Monday, 20 December 2021

Jalan Memetik Impian

 Oleh: Ngakidatul Hikmah_BSA’18


“Setiap impian berhak dimiliki semua orang dan untuk seluruh kalangan. Impian bukan untuk diri sendiri melainkan untuk menebar manfaat kepada banyak orang. Impian untuk Allah dan karena Allah. Tak ada yang tidak mungkin asalkan kita mau berusaha dan selalu melibatkan Allah”.

Perkenalkan gadis keturunan ngapak, tepatnya di Kota Kebumen memiliki nama Aisyah Nur Saputri, biasa dipanggil dengan sebutan Aisyah. Nama pemberian orang tua, agar kelak bisa seperti Dewi Aisyah istri baginda Nabi Muhammad SAW. Hadir menjadi aktris didunia dengan skenarioNYA yang penuh makna pada hari jumat manis, 22 September 2000 dari pasangan suami istri Moh. Damami dan Siti Khuriyah. Menjadi adik sekaligus kakak dari saudara laki- lakiku yang bernama Moh. Khoirul Anam dan saudara perempuanku bernama Atini Rodlotul Khulashoh

Sebagai manusia tentu pernah merasa dirinya gagal, dan dirundung nestapa, begitu pula denganku. Namun kita tak bisa terus terpuruk dalam kesedihan dan tak mau mencobanya lagi. Belajar ikhlas menerima kegagalan dan bangkit dari keterpurukan.

"Manusia itu memiliki potensi dan kesempatan yang sama pula. Maka jangan menyerah untuk terus berusaha mendapatkan yang terbaik."

 Dulu kata- kata ini terdengar biasa ditelingaku, hanyalah angin yang berhembus melintas dr telinga kanan ke kiri. Pernah aku menyerah karena tak bisa menerima takdir karena tak lolos masuk kategori mahasiswa peraih beasiswa bidikmisi. Beasiswa yang sejak dulu kuimpikan, namun kali ini kugagal memperolehnya. Sedih dan kecewa selalu kurasakan setiap melihat beberapa temanku yang lolos memperoleh beasiswa.

Tepat dihari itu, hari dimana pengumuman muncul dalam salah satu pemberitahuan WA, saat itu juga kumeneteskan air mata, tak sanggup menahannya hingga tak bisa berkata- kata. Hatiku hancur, melebur dalam impian yang sirna. Harapan tuk dapat membantu beban orang tua seakan sirna. Bahkan untuk sekedar memberi tahu hal ini pada ibuku saja seolah tak sanggup bahkan takut jikalau nanti akan membuatnya kecewa. 

Kuberanikan menghubungi kedua orang tua lewat handphone, kupencet nomor salah satu tetanggaku, yang mana itu juga termasuk nomor HP bapak ibu. Keluarga kami memang mempunyai dua handphone dan itupun dipegang oleh aku dan kakakku untuk kepentingan belajar. Oleh karena itu, tetanggalah yang menjadi penolong kami disaat kami ingin berbagi kabar. 

Aisyah: “Hallo, Assalamu’alaikum…”. (Dengan senyum kuucapkan salam dan kusimpan kesedihan itu rapat- rapat.

Ibu : “Hallo, Wa’alaikumsalam nduk, bagaimana kabarnya?”

Aisyah: “Alkhamdulillah baik bu, ibu bagaimana kabarnya? Aku kangen banget sama kalian”.

Ibu : “Alkhamdulillah, kami juga disini sehat semua sayang. Ehhh bukannya kemarin katanya kamu mau pengumuman yang beasiswa Bidikmisi? Bagaimana hasilnya? (Tersenyum penasaran).

Aisyah: “Ehhh… anu bu…iya kemarin ini baru saja pengumuman, tapi….”(Terbata- bata & berkaca- kaca seolah ingin menangis dipelukan kedua orang tuanya).

  Ibu : “ Tapi apa nduk? (Semakin penasaran dan sedikit tegang)

  Aisyah:“Tapi saya gagal mendapatkan beasiswa Bidikmisiii..” (dengan nada lirih & menumpahkan air matanya)

 

Hening beberapa detik…


  Ibu :“ Alkhamdulillah nduk, tidak apa- apa. Itu tandanya berarti kita masih termasuk golongan orang yang mampu. Mungkin Allah punya skenario yang unik untuk jalan cerita film kehidupan kita. Tetaplah bersyukur, dan jangan patah semangat, toh masih banyak kesempatan beasiswa yang bisa kamu dapatkan”. (Berusaha tenang menanggapinya)

  Aisyah: “Iya sih bu, tapi aku kasihan sama kalian. Pasti setelah ini akan keluar lebih banyak lagi keringat perjuangan kalian untuk membiayai kami. Kami tak sanggup melihatmu pak, bu…”. (Menangis sesenggukan sambil mengusap air mata yang jatuh bah air terjun)

Ibu : “Oh, kalau itu tak usah dipikirkan lagi nduk, itu memang sudah menjadi tugas kami sebagai orang tua. Yang terpenting sekarang kamu mengaji dan kuliah yang bener. Doakan bapak ibu agar selalu diberi kekuatan menjalaninya. Semangat terus ya…

Aiysah: “Iya bu, terima kasih untuk doanya, insyaAllah aku disini akan selalu semangat”. (Sedikit lega dan tenang perasaannya)

Ibu :“Sudah dulu ya, nggak enak sama tetangga kalau kelamaan. Assalamu’alaikum ”. (Mengakhiri pembicaraan dan menutup telephone).

Aisyah : “Iya bu, wa’alaikumsalam Wr. Wb”. (Bangkit dan sedikit tersenyum)

Sangat berat bagi mereka tuk memikul beban ini, bekerja setiap hari , menjadi buruh di sawah orang yang hanya digaji tak seberapa. Namun ibuku selalu berkata pada kami bahwa “ Saiki wayaeh nandur, ngisuk bakale ngunduh hasile (sekarang waktunya menanam, insyaAllah suatu saat akan memetik hasilnya”. Meski mereka tak berpendidikan sampai sarjana, namun semangatnya sangatlah tinggi agar kami bisa mengaji dan kuliah dengan harapan kelak nasib anak- anaknya tak seperti dirinya.

Sebagai mahasiswa aku tidak meminta macam-macam, yang terpenting UKT uang bulanan pondokku terbayarkan itu sudah lebih dari cukup bagiku. Selain itu, impian untuk mempunyai laptop adalah salah satu keinginan terbesarku. Malu rasanya ingin merengek seperti anak kecil dan meminta untuk dibelikan laptop. Sering aku membayangkan betapa enaknya bisa mengerjakan tugas tanpa dihantui sang pemiliknya utk segera mengembalikan laptopnya. Sudah 4 semester ini, aku hanya bisa meminjam. Dan yang namanya mahasiswa, tentu laptop adalah mutiara berharga untuk mengerjakan tugas, makalah, power point, laporan dan lain- lain.

Beberapa beasiswa telah aku coba, namun semuanya masih menunjukan bahwa aku belum lolos, sampai- sampai aku hampir putus asa dan malu karena sudah minta doa restu sama mereka, tapi hasilnya masih kosong. Aku sadar, bahwa sesuatu itu butuh perjuangan dan doa yang lebih kuat lagi. Selalu berjuang dan nikmati prosesnya, mencari dan terus berusaha mencoba berbagai pendaftaran beasiswa yang disediakan dari kampuku IAIN Salatiga.

”Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu tetapi baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu tetapi ia buruk bagimu, dan Allah mengetahui dan kamu tidak mengetahuinya,” (QS. AL- Baqarah: 216). 

Ayat yang membuatku seolah tertampar atas semua pikiranku padaMu yang selalu menganggapMu tidak adil kepada setiap hambaNya. Bahkan aku sering kali marah, kecewa, sedih, ngomel dan berakhir dengan kata “putus asa”, padahal apapun hal- hal yang terjadi dan tidak aku sukai itu yang nantinya malah baik bagiku nanti, astaghfirullah maafkan hamba ya Allah…batinku dalam hati.

Hari- hari kujalani dengan ikhlas, jalan kaki kekampus menjadi alternatifku saat itu. Selain agar sehat karena berolahraga juga biar bisa menghemat, uang Rp 4000,00 bolak balik dapat kutabung agar tak s ering meminta uang pada orang tua. Pernah suatu hari, disaat aku pulang ke rumah ibuku pernah bertanya tentang beasiswa.

Ibu : “ Pie nduk wis ono beasiswa meneh po durung? (Bagaimana sayang, apa sudah ada beasiswa lagi? )” aku hanya bisa terdiam dan menunduk, tak sanggup mata ini tuk menatap wajah ibuku yang begitu mengharapkan hal itu.

Aisyah : “Dereng bu, wingi mpun njajal tapi tesih gagal, mangke nek onten beasiswa malih kulo tak daftar bu (Belum bu, kemarin sudah mencoba daftar tapi gagal lagi, nanti kalau sudah ada info dari kampus akan saya coba lagi”.  

Semenjak itu aku selalu memantau dimana ada lowongan beasiswa, disitu pokoknya aku harus ikut daftar. Hingga pada saat itu aku mendengar salah satu dari temanku bahwa di kampus lagi ada pembukaan Beasiswa Kajian Keislaman, beasiswa bersifat umum dan utk semua jurusan. Meski kuota hanya membutuhkan 30 mahasiswa, sangat kecil pula kemungkinan untuk aku dapatkan, namun kesempatan hanya datang sekali dalam seumur hidup& mencoba adalah hal yang terbaik agar kau mengetahuinya.

 “Alkhamdulullah akhirnya ada beasiswa lagi, pokoknya aku harus mencoba mendaftar. Kali ini insyaAllah aku bisa mendapatkannya, bismillah allahumma sholi ‘ala sayyidina muhammad”, gumamku dalam hati. 

Saat itu juga aku langsung mencari hal- hal serta persyaratan apa saja yang dibutuhkan tuk bisa mendapat beasiswa itu, salah satunya adalah meminta surat domosili dari pondok. Betapa terkejutnya waktu itu, saat salah satu pengurus pondok bicara padaku. 

Pengurus: “Dek, mau buat persyaratan beasiswa ya? (tanyanya sambil menyodorkan kertas kecil agar aku segera menulis nama dan jurusan).

Aqid : Iya, doakan ya mb semoga berhasil, memangnya kenapa?

Pengurus: Aamiin, semoga ini menjadi rezekimu dek. Soalnya ini yang meminta surat domisili juga banyak banget nih”.(sambil memperlihatkan tumpukan kertas yang tertera keterangan SURAT DOMISILI)

Aku terkejut bukan main, hampir kebanyakan santri ikut beasiswa ini dan meminta surat yang sama sepertiku, namun aku tetap tak pantang menyerah dan terus berusaha tuk melengkapi beberapa berkas yang diharapkan. 

Semua berkas aku persiapkan dan kuteliti agar tak ada sedikitpun yang kurang atau terlewatkan, tak lupa juga membuat motivation letter tentang data diriku dan bagaiman kondisi keluargaku saat ini. Untaian kata kurangkai menjadi kalimat hingga akhirnya menghasilkan beberapa macam paragraph yang insyaAllah sudah menjadi motivation letter terbagus menurutku. Kuuploud semua berkas dengan dibantu sobatku yang bernama Aulia, masuk kelink yang tersedia dan kukirimkan dengan mengeklik kata KIRIM…. Finish, Alkhamdulullah. 

Menunggu adalah hal yang membosankan, tetapi menunggu kali ini membuat hatiku berdebar tak sabar tuk melihat pengumuman itu. Aku pernah mendengar motivasi dari Wirda Salamah Ulya Mansur, putri Ustadz Yusuf Mansur dan seorang penghafal Al-Qur’an, pendakwah, pengusaha, sekaligus penulis muda dimana dia pernah mengatakan kata yang membuat hatiku tergugah dan tersadar.

“Perbanyaklah bersholawat, sehari 100 kali atau berapa lah dan sebutin apa saja yang menjadi hajatmu serta berdoalah dan pasrahkan semuanya ke Allah. Niscaya hajatmua akan terkabul”. 

Ya mantra ini yang aku coba, membaca shalawat sebanyak mungkin dan berdoa sehabis shalat. Pasrah pada sang pencipta dan menyerahkan hasil kepadanya. Setidaknya kita mau berusaha, tinggal menunggu semoga doa kita terdengar dan dikabulkan. Karena taka da yang tak mungkin bagi Allah SWT, tinggal bagaimana kita meyakini dan ikhlas lillahi ta’ala.

 Hari yang ditunggu- tunggu akhirnya datang juga, namun masih belum ada pengumuman di siakad ataupun pemberitahuan di Grup Lintas Literasi, grup yang berisi mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab serta semua Dosen BSA. “Ah mungkin bukan hari ini deh pengumumannya deh”, gumamku dalam hati. 

Karena terlalu bingung memikirkan, aku melanjutkan tugasku mengerjakan makalah untuk persentasi besok dan alangkah terkejutnya saat tiba- tiba Anis tetangga kamarku memberi tahu bahwa aku menjadi salah satu mahasiswa yang memperoleh Beasiswa Studi Kajian Keislaman. 

Anis : “Mba udah buka pengumunan beasiswa belum?”. (Tanyanya sambil masih mengutak atik handphonenya).

Aisyah: “Belum dek, emang siapa saja nama- nama yang diterima?” (deg-degan dan takut melihat kenyataan kalau missal tak diterima lagi).

Anis: “Coba bentar, kayaknya tadi ada namanya mba terpapang deh. (Melihat sambil meneliti lagi pengumunan yang ia lihat).

Aisyah: “ Mana nis, coba aku pengin lihat”. (Mendekati Anis sambil berdebar hatiku tak karuan).

Sontak aku merasa kaget dan bersyukur, Antara percaya dan tidak, bagaimana tidak, banyak sekali tidak hanya puluhan yang mendaftar namun ratusan dan Alkhamdulillah aku salah satunya. 

Sinta : “Kenapa, kok kamu nangis?” (Penasaran, dan menatapku dalam).

Aisyah: “Aku bahagia dan terharu banget Sin, aku lolos mendapat beasiswa”. (Akupun jatuh kepelukannya sambil menangis sesenggukan masih tak menyangka).

Sinta : “Alkhamdulillah, ini keberuntunganmu sobat, selamat ya. Allah SWT memang telah menyiampakan hadiah yang terindah untuk hambanya yang selalu sabar dan nggak pantang menyerah sepertimu. (Mengelus- elus pundak, sambil mengusap air mata bahagiaku).

Hari ini adalah hari yang berharga bagiku, mengingat dulu aq pernah menangis karena tak lolos beasiswa dan kini Allah menggantinya dengan lebih baik dari itu.

 “Alkhamdulillah akhirnya aku bisa membeli laptop juga” ucapku menahan haru karena bahagia. 

Dunia seakan memeluk erat tubuhku, mendekap dengan hangat dan mengatakan kamu berhasil Aisyah, menggandeng tanganku menuju jalan memetik impian. Apa yang kuinginkan dulu memang tak bisa aku dapatkan, namun sesuatu yang tak pernah kubayangkan sebelumnya seolah kini telah berada didepan mataku. Terima kasih pak, bu, kak, dek, telah mendoakanku sehingga bisa sampai dalam tahap ini, alkhamdulillah. 

“Berpikirlah yang positif, lakukan dan jalani semuanya dengan ikhlas, insyaAllah semuanya akan terasa indah”.



No comments:

Post a Comment

Kegiatan Rutin Khotmil Qur'an Di Lingkungan Kampus 2 UIN Salatiga

Salatiga- Selasa pagi, tanggal 25 Febuari 2025, Masjid At-Thoyyar yang terletak di kampus 2 UIN Salatiga ramai dengan antusias mahasiswa un...