THE STORY OF HADA (PART 1)
“Anakku! Dimana anakku?!
“Anakku! Tak kunjung juga kau kunjungi ibumu
yang telah renta ini.
“Anakku! Kau selalu menceracau mengenai
tuhanmu sang cahaya itu. Aku tidak keberatan dengan apa yang kau percayai. Aku
hanya ingin kau berada disini dan menemaniku sampai aku tiada. Karena kau lah
satu-satunya yang membuatku tetap perkasa, kau lah satu-satunya alasanku kuat
menghadapi kerasnya dunia”. Tangan tua nya bergemetar mengangkat kertas
bertuliskan puisi yang sedang ia pegang.
“Anakku! Kumohon! Kumohon kembalilah kepadaku!
Aku selalu menunggumu kembali. Bagaimanapun keadaanmu.
“Kau pernah bercerita kepadaku mengenai Elyas
yang kau sebut sebagai hamba tuhanmu yang paling dia cinta. Kau bilang bahwa
dia adalah orang biasa yang bahkan lahir dari rahim bukan siapa-siapa. Hanya anak
seorang pemerah susu di desa.
“Kau berkata bahwa Elyas bertemu langsung
dengan tuhanmu, namun tuhanmu tidak mengatakan bagaimana seharusnya manusia
memanggilnya. Hanya mengajarkan bagaimana harus bersikap ketika hidup di dunia.
“Aku masih sangat ingat kau berkata bahwa
memeluk ajaran sang cahaya adalah pilihan, bukan sebuah paksaan. Karena itu kau
tak pernah mengajakku untuk memeluk ajaran yang hampir setiap saat kau
ceritakan.
“Aku banyak berspekulasi. Memikirkan seluruh
kata yang pernah kuucapkan, mungkinkah ada yang membuatmu tak enak hati? Aku
takut. Aku takut karena itu kau pergi dan tak mau kembali.
“Nak, maafkan aku”. Air mata membasahi pipi
keriputnya yang mulai ranta dimakan usia. “Pukul aku, caci maki aku, lakukan
apa pun yang kau mau. Kau perintahkan aku untuk memotong lidah pun aku mampu.
Aku hanya ingin kau kembali. Aku hanya ingin kita bersama lagi”. Suara wanita
tua itu terputus. Apa yang dibacakannya adalah sebuah kejujuran, sebuah kata
hati, sebuah jeritan yang tidak tahu harus dicurahkan kepada siapa.
Setelah lama, dia mulai bisa mengendalikan
dirinya. Semua orang yang melihatnya diatas panggung menangis, ikut merasakan
kehilangan yang sama. Dia pun membungkukkan badan dan memasukkan puisi yang ia
tulis dengan tangannya itu kedalam saku.
Perempuan yang berada pada masa senjanya itu
kini menatap orang-orang. “Terimakasih. Aku tidak pernah memiliki tempat untuk
menuangkan segala keluh kesahku mengenai masalah ini. Sering sekali aku ingin
menyayat pergelangan tanganku dengan pisau. Namun, aku takut. Aku takut Hada
kembali dan aku tidak ada disana. Aku takut dia akan semakin membenciku”.
Dia kembali menundukkan dirinya, mencoba
menggambarkan lebih jauh rasa terimakasihnya. Kali ini dia mengarahkan
pandangannya pada seorang pria berkaus biru muda lengan panjang yang duduk pula
dikursi didepannya. “Kepada Tuan Kasya, aku tidak tau lagi apa yang harus aku
ucapkan. Berkat kau yang mengenalkan aku pada perkumpulan ini, aku merasa jauh
lebih baik karena bisa mengenal lebih banyak orang baru yang perduli padaku.
Terimakasih”. Dia pun menuruni panggung tersebut dengan perlahan.
Pria yang dipanggilnya dengan Tuan Kasya
membantunya menuruni tangga panggung tersebut, lalu mengantarkannya sampai
tempat duduk. Setelah memastikan perempuan itu duduk, dia pun naik keatas
panggung. “EmHada, justru kami yang berterimakasih kepada anda karena
sudah bersedia menjadi anggota perkumpulan kami. Kami selalu senang memiliki
keluarga baru. Kami akan membantu apa pun kebutuhanmu. Kami akan membantu
mencari informasi mengenai keberadaan Hada yang sudah hilang sejak sepuluh
tahun lalu”.
Semua orang di ruangan itu bertepuk tangan,
terharu, dan siap membantu, siapa pun yang menurut mereka telah dicurangi oleh
waktu.
***
Wanita itu bernama Esmeralda. Dia adalah seorang wanita karir
pada awalnya. Berkerja hampir tak kenal waktu, bahkan cenderung tak perduli
dengan kesehatan tubuh dan kejiwaannya. Tentu saja yang ada dipikirannya adalah
bagaimana cara agar dia bisa mendapatkan banyak uang untuk persediaan hidupnya
bersama keluarga kecilnya nanti, dia tidak pernah memikirkan hal lain diluar
itu. Karena dia tau bagaimana rasanya menjadi begitu kesusahan dimasa kecilnya,
dia tak mau anaknya menghadapi masalah yang sama.
Terus bekerja membuatnya tak sadar bahwa sudah
hampir tiga puluh tahun dia hidup. Sudah sepuluh tahun dia berkerja tanpa henti
untuk mendapatkan semuanya. Sudah waktunya dia mewujudkan keluarga kecil
bahagia yang selama ini dia damba-dambakan. Dan dengan sangat kebetulan, ada
seorang pria sangat mapan datang kepadanya mengutarakan maksud baik. Pria itu,
yang enam tahun lebih muda darinya, melamarnya untuk menjadi pendamping hidup.
Pria ini bernama Areeha. Bisa dikatakan dia adalah
orang yang berkedudukan sangat tinggi di perusahaan tempat Esmeralda bekerja.
Dia berperawakan biasa, layaknya penduduk Lieve pada umumnya. Berperawakan
tidak terlalu tinggi, berbadan sedikit bungkuk, berwajah tirus, berkulit putih
kemerah-merahan, dan telinga yang jika dibandingkan dengan telinga penduduk
negara lain dapat dikatakan besar.
Namun ada banyak hal lain yang membuat
Esmeralda sangat menyukai Areeha. Kebanyakan pria Lieve akan memandang rendah
perempuan karena menurut mereka perempuan hanya ras lemah, remah-remah
peradaban. Hanya sebagai kesenangan dan wadah keturunan bagi para laki-laki.
Tidak lebih. Mereka juga berfikir bahwa perempuan hanya menjadi penghambat laju
pertumbuhan ekonomi karena lebih mementingkan perasaan. Itu juga yang membuat
mata laki-laki di tempat kerjanya menatap Esmeralda dengan penuh hina. Sepuluh
tahun dia berkerja untuk membuktikan bahwa perempuan pun bisa. Namun nyatanya
dimanapun sama, hal itu tidak merubah apa-apa.
Areeha, dia orang yang sangat berbeda. Dia
tidak pernah menatap Esmeralda dengan tatapan itu, dia melihat Esmeralda
sebagai manusia, sebagai manusia yang harus diapresiasi. Sering sekali Areeha
menyelamatkan Esmeralda dari keadaan canggung yang terjadi ketika para
laki-laki ditempat kerjanya mulai menatapnya dengan tatapan merendahkan, itu
saja sudah membuat Esmeralda tergila-gila. Namun, Esmeralda mampu menggunakan
logikanya. Dia sadar bahwa jika dibandingkan dengan Areeha, dia bukanlah
siapa-siapa. Tidak mungkin Areeha akan meliriknya.
Dan ternyata itu terjadi. Suatu sore, ketika
Esmeralda hendak pulang ke kediaman sederhananya, Areeha menghampirinya dan
meminta izin untuk mengantarkannya pulang. Esmeralda bingung dan senang diwaktu
yang sama. Tanpa pikir panjang, dia mengiyakan permintaan izin tersebut. Mana
mungkin kesempatan datang dua kali. Dan mereka pun menaiki mobil pribadi milik
Areeha, dengan supir pribadinya tentu saja.
Mereka berdua duduk dikursi penumpang.
Menit-menit awal dihiasi dengan hening.
Suasana canggung begitu kentara. Samar-samar Esmeralda dapat merasakan bahwa
Areeha sedang bergemetar. Lalu dengan terbata-bata, Areeha mulai bertanya
mengenai pekerjaan, dan malangnya, bagi Areeha tentu saja, ketika Esmeralda
telah menjawab pertanyaan tersebut, otaknya sudah tidak bisa memproses kata
atau pun memikirkan tema obrolan apapun.
“Esmeralda, mau kah kau menjadi istriku?”.
Tanyanya masih dengan terbata-bata, juga tangan gemetarnya yang serta-merta mengeluarkan
sebuah kotak kecil berwarna merah dari saku celana. Sebuah cincin pernikahan
terbuat dari emas bercampur berlian terlihat disana ketika kotak itu dibuka.
Esmeralda tidak dapat berkata, lidahnya
seketika kelu. Yang bisa ia lakukan hanya menutup mulut, mencoba menahan entah
suara macam apa yang akan keluar dari sana jika dia tidak menutupnya. Air mata
mengalir begitu saja dari kedua matanya yang sayu karena lelah. Badan nya
bergemetar menahan sebuah kebahagiaan yang teramat sangat.
Cukup lama sampai akhirnya Esmeralda
menganggukkan kepalanya. Dia setuju. Tidak, dia bukan hanya setuju. Dia bahkan
sangat bahagia. Dan akhirnya, mereka pun menikah, tepat tiga hari setelah
kejadian tersebut.
Tiga tahun lamanya sudah mereka menjalani
kehidupan pernikahan. Areeha meminta istrinya untuk berhenti berkerja, dia
tidak mau pujaan hatinya itu kelelahan. Bahkan untuk mengerjakan semua
pekerjaan rumah, Areeha memperkerjakan seorang wanita lain. Dia sangat sayang
pada Esmeralda. Satu hal yang paling diinginkan oleh Areeha kala itu adalah
keturunan. Dia sangat ingin memiliki anak yang
dapat melengkapi keluarga bahagianya itu.
Namun dia tidak sekalipun mendesak Esmeralda.
Dia tetap sabar dan berusaha untuk membuat Esmeralda hamil. Mulai dari
penambahan intensitas bercinta mereka, sampai memakan makanan yang dipercaya
dapat “mempersubur” reproduksi, semuanya. Bahkan sudah beberapa kali mereka
mengkonsultasikan hal itu pada dokter kandungan yang menjadi kepercayaan
keluarganya.
Dari beberapa kali konsultasi dan pemeriksaan,
ada indikasi bahwa Esmeralda adalah seorang wanita yang sulit memiliki anak.
Kabar ini dengan cepat sampai ke telinga keluarga besar Areeha. Tentu saja
mereka ingin Areeha memiliki keturunan, dan memaksanya untuk mencari wanita
lain.
Esmeralda dirundung kesedihan. Dia mengurung
diri dikamar dan tidak membiarkan Areeha masuk. Akhirnya Areeha juga merasa
sedih, dia tidak pergi ke tempat kerja, hanya menunggu didepan pintu kamar. Dia
tidak mau istrinya menanggung semua kesedihan itu sendiri. Dia tidak lagi
perduli dengan keturunan. Persetan! Dia hanya takut terjadi sesuatu pada istri
tercintanya.
Setelah tiga hari tanpa akses dunia luar,
Esmeralda akhirnya membuka pintu, dengan wajah yang sangat pucat dan mata yang
sangat sembap. Bagaimana tidak, tiga hari itu tanpa makanan sama sekali,
mungkin saja hanya menangis yang dia lakukan didalam sana. Saat pintu terbuka,
tubuhnya terjatuh. Areeha dengan sigap menangkap istrinya, langsung menggendong
Esmeralda menuju mobil dan membawanya kerumah sakit.
Dengan sangat sabar Areeha menjaganya
sepanjang hari, bahkan sepanjang malam. Dia mulai terlihat seperti orang sakit.
Namun dia tetap tidak perduli. Dia hanya ingin melihat pujaan hatinya siuman.
Setalah dua hari, Esmeralda membuka matanya.
Yang pertama kali Esmeralda katakan ketika
melihat Areeha adalah “Cintaku, jika kau masih cinta kepadaku, tinggalkan aku.
Carilah perempuan yang mampu memberikan keturunan bagimu. Aku tidak mau kau
mengecewakan kedua orang tuamu, cukup lah mereka kecewa padaku. Dengan senang
hati aku akan pergi dan tidak mengganggumu lagi”.
“Esmeralda, cintaku. Tolong dengarkan”. Kedua
tangannya menggenggam kedua tangan Esmeralda. “Kau akan selalu menjadi
satu-satunya. Aku tidak mau. Aku tidak akan menerima siapapun lagi. Persetan
dengan apa yang dikatakan oleh ayah dan ibuku. Toh mereka hanya membesarkanku
sebagai penghasil uang. Bukan sebagai anak. Untuk apa aku harus perduli. Yang
aku mau bukan keturunan. Yang aku mau hanya menua bersamamu. Tolong
mengertilah, aku benar-benar tidak mau hidup tanpa dirimu”.
Air mata kembali membasahi pipi Esmeralda.
Lelaki yang sekarang menjadi suaminya ini benar-benar sebuah anugerah. Dia
sangat yakin jika Areeha bukanlah sebuah kebetulan. Dia yakin ada seseorang
yang mengaturnya. Namun siapa? Ini semua terlalu indah jika orang biasa yang
mengaturnya, yang artinya orang itu begitu berkuasa. Ah, dia tidak perduli. Ia
hanya ingin menua bersama suaminya sekarang.
Dia menutup kedua matanya dan menggenggam
balik kedua tangan Areeha dengan kuat. Areeha mengecup dalam tangan istrinya,
lalu mengecup keningnya penuh cinta. Tanpa terasa, lelaki yang sangat mencintai
istrinya itu ikut menitikkan air mata. Dan air mata tersebut jatuh dikening
sang wanita.
“Esmeralda, belahan jiwaku, satu-satunya
cintaku, tolong dengarkan sumpahku pada sang waktu. Aku, Areeha putra Lieve,
akan selalu berada disisi mu sepanjang nafas mengikat nyawa, sepanjang cinta
menyimpul jiwa, sepanjang senang sulit yang datang melanda, dan sepanjang kala
berkasih pada kita dengan kata usia”.
***
Beberapa hari sudah Esmeralda melalui
masa-masa kritisnya. Dengan sangat sabarnya Areeha terus menjaga dan
merawatnya. Banyak sekali yang telah terjadi, namun Areeha tidak mau
menambahkan beban pikiran istrinya. Ia hanya mau mereka bisa secepatnya pulang
menuju rumah kecil mereka, melanjutkan kebahagiaan mereka yang tertunda. Dan,
sekarang lah waktunya.
“Suamiku, belahan jiwaku, ah, rasanya aku
sampai tidak tahu bagaimana harus mengucapkannya. Aku, aku sangat
berterimakasih kepadamu. Rasanya apa yang kau lakukan untukku selama ini sangat
besar, aku tidak tahu harus bagaimana membalas semua”. Kata Esmeralda ketika
mereka sedang dalam perjalanan kembali menuju kediaman mereka.
Mata Areeha masih fokus pada jalan raya yang
lumayan lengang malam itu. Tangan kiri nya menggenggam tanga kanan Esmeralda
yang duduk di kursi penumpang sebelahnya. Dengan sangat lembut dia meremas
tangan istri tercintanya itu. “Dengarkan ini rembulan bagi duniaku yang amat
gelap, aku tak perduli pada apapun yang terjadi padaku. Aku hanya ingin kau
selalu berada disisiku. Walaupun orang mengancam akan menghapus namaku dari
daftar pewaris perusahaan, walaupun orang mengancam akan mengambil semua harta
bendaku, walaupun dunia mengancam dengan berbagai cara pun, aku akan tetap
memilihmu. Aku sudah sangat muak dengan dunia. Bahkan aku berencana mengajakmu
pergi jauh dari kota, bahkan dari Lieve bila perlu. Ada sesuatu yang sangat
salah disini, yang anehnya tidak bisa disadari oleh orang-orang.
“Rasanya hari-hariku mengumpulkan uang sangat
hampa. Orang tuaku terus mendesakku untuk terus melanjutkan pekerjaanku, karena
menurut mereka, aku adalah aset yang sangat berharga, aku sangat cakap dalam
mengatur segalanya. Mau tidak mau aku harus menjalankan apa yang mereka
perintahkan, dan aku menjalankan semua layaknya robot. Mengulangi pekerjaan
yang sama berulang-ulang. Namun semua berubah ketika kau mulai berkerja di
perusahaan. Entah mengapa, ada sesuatu yang menarik perhatianku darimu.
“Pada titik itu aku merasa bahwa aku mulai
terobsesi padamu. Aku sangat sadar bahwa obsesi yang berlebihan pada seseorang
itu tidak baik. Dan akhirnya aku mencoba untuk mengalihkan pandanganku darimu.
Tidak. Aku tidak bisa. Semakin kualihkan perhatianku darimu, semakin aku sadar
bahwa rasa yang kurasakan bukanlah obsesi. Ini cinta. Ya, hampir selama tujuh
tahun kupendam rasa ini.
“Dan di hari kau katakan kau menerimaku
sebagai suamimu, rasa sangat bahagia membanjiri dadaku. Aku merasa bahwa aku
tidak membutuhkan apapun lagi. Uang, sudah banyak yang kumiliki, anak, aku
tidak perduli, relasi, ah, rasanya mereka pun hanya perduli pada uang yang
kumiliki. Aku hanya perduli padamu, kebahagiaanmu, kesenanganmu, kesehatanmu, semua
itu prioritasku sekarang”. Dia mengangkat tangan kanan istrinya dan mengecupnya
dalam.
Esmeralda menyandarkan kepalanya pada bahu
suaminya. “Terimakasih pangeranku. Aku tak tahu bagaimana membalas semua yang
kau lakukan untukku. Bahkan rasanya kata terimakasih pun tidak cukup kuucapkan
seribu kali padamu. Rasanya aku manusia paling beruntung di dunia ini. Jika
tuhan yang sering dikatakan para believer itu benar ada dan merencanakan
semua ini untukku, aku akan menjadi bagian dari mereka”.
Agaknya Areeha sedikit terkejut dengan apa
yang dikatakan Esmeralda. Dia terdiam beberapa saat, lalu menarik nafas
panjang. “Agaknya aku pun akan melakukan hal yang sama”.
Esmeralda tidak menyangka suaminya akan
menjawab seperti itu. seketika itu dia menatap dalam mata suaminya. Ada sebuah
bahasa yang tidak dapat dijelaskan pada tatapannya itu.
Areeha sadar bahwa istri tercintanya sedang
menatapnya. Dia memelankan laju mobil yang sedang melaju pada jalan yang sepi
itu, lalu menatap balik mata istrinya dalam. Saat itu mereka berdua sedang
melakukan sebuah percakapan yang hanya dapat dimengerti oleh manusia-manusia
yang sedang dimabuk cinta.
Lalu muncul sebuah rasa yang sangat Areeha
kenali dalam dirinya. Dia mengarahkan mobilnya menuju tepi jalan, matanya tetap
menatap dalam, bahkan semakin dalam, bahasa antara mereka melaju semakin jauh.
Mobil yang mereka tumpangi sudah berada di
tepi jalan. Areeha mendekatkan wajahnya pada wajah istrinya perlahan, lalu
tangan kanannya mulai membelai wajah wanita yang menjadi cinta dalam diamnya
hampir selama tujuh tahun itu. Dengan penuh cinta Esmeralda menutup mata,
bahasa yang sedang mereka gunakan merambat naik menuju jenjang yang lebih jauh.
Bibir mereka bertemu. Agaknya apa yang
dirasakan Areeha sudah membubung melewati ubun-ubunnya, detik demi detik
menjadikan mereka terbakar lebih panas lagi, semakin memburu.
Tangan kanan Areeha dengan seketika
menjelajahi dashbord mobil itu, mencari sebuah tombol. Dengan cepat dia dapat menemukannya.
Ketika tombol itu telah dia tekan, kaca hitam pekat pelapis kaca mobilnya
turun, dan siapapun yang melintasi jalan tersebut tidak dapat melihat apa yang
terjadi di dalam sana.
Ya, mereka hanya mampu melihat mobil yang
berhenti di bahu jalan itu bergerak-gerak dengan anehnya.
Bersambung
IbnuZayn