Wednesday, 8 May 2019

THE PARADOX PARANOIA (Phase 1 chapter 1)


THE STORY OF HADA (PART 1)



“Anakku! Dimana anakku?!
“Anakku! Tak kunjung juga kau kunjungi ibumu yang telah renta ini.
“Anakku! Kau selalu menceracau mengenai tuhanmu sang cahaya itu. Aku tidak keberatan dengan apa yang kau percayai. Aku hanya ingin kau berada disini dan menemaniku sampai aku tiada. Karena kau lah satu-satunya yang membuatku tetap perkasa, kau lah satu-satunya alasanku kuat menghadapi kerasnya dunia”. Tangan tua nya bergemetar mengangkat kertas bertuliskan puisi yang sedang ia pegang.
“Anakku! Kumohon! Kumohon kembalilah kepadaku! Aku selalu menunggumu kembali. Bagaimanapun keadaanmu.
“Kau pernah bercerita kepadaku mengenai Elyas yang kau sebut sebagai hamba tuhanmu yang paling dia cinta. Kau bilang bahwa dia adalah orang biasa yang bahkan lahir dari rahim bukan siapa-siapa. Hanya anak seorang pemerah susu di desa.
“Kau berkata bahwa Elyas bertemu langsung dengan tuhanmu, namun tuhanmu tidak mengatakan bagaimana seharusnya manusia memanggilnya. Hanya mengajarkan bagaimana harus bersikap ketika hidup di dunia.
“Aku masih sangat ingat kau berkata bahwa memeluk ajaran sang cahaya adalah pilihan, bukan sebuah paksaan. Karena itu kau tak pernah mengajakku untuk memeluk ajaran yang hampir setiap saat kau ceritakan.
“Aku banyak berspekulasi. Memikirkan seluruh kata yang pernah kuucapkan, mungkinkah ada yang membuatmu tak enak hati? Aku takut. Aku takut karena itu kau pergi dan tak mau kembali.
“Nak, maafkan aku”. Air mata membasahi pipi keriputnya yang mulai ranta dimakan usia. “Pukul aku, caci maki aku, lakukan apa pun yang kau mau. Kau perintahkan aku untuk memotong lidah pun aku mampu. Aku hanya ingin kau kembali. Aku hanya ingin kita bersama lagi”. Suara wanita tua itu terputus. Apa yang dibacakannya adalah sebuah kejujuran, sebuah kata hati, sebuah jeritan yang tidak tahu harus dicurahkan kepada siapa.
Setelah lama, dia mulai bisa mengendalikan dirinya. Semua orang yang melihatnya diatas panggung menangis, ikut merasakan kehilangan yang sama. Dia pun membungkukkan badan dan memasukkan puisi yang ia tulis dengan tangannya itu kedalam saku.
Perempuan yang berada pada masa senjanya itu kini menatap orang-orang. “Terimakasih. Aku tidak pernah memiliki tempat untuk menuangkan segala keluh kesahku mengenai masalah ini. Sering sekali aku ingin menyayat pergelangan tanganku dengan pisau. Namun, aku takut. Aku takut Hada kembali dan aku tidak ada disana. Aku takut dia akan semakin membenciku”.
Dia kembali menundukkan dirinya, mencoba menggambarkan lebih jauh rasa terimakasihnya. Kali ini dia mengarahkan pandangannya pada seorang pria berkaus biru muda lengan panjang yang duduk pula dikursi didepannya. “Kepada Tuan Kasya, aku tidak tau lagi apa yang harus aku ucapkan. Berkat kau yang mengenalkan aku pada perkumpulan ini, aku merasa jauh lebih baik karena bisa mengenal lebih banyak orang baru yang perduli padaku. Terimakasih”. Dia pun menuruni panggung tersebut dengan perlahan.
Pria yang dipanggilnya dengan Tuan Kasya membantunya menuruni tangga panggung tersebut, lalu mengantarkannya sampai tempat duduk. Setelah memastikan perempuan itu duduk, dia pun naik keatas panggung. “EmHada, justru kami yang berterimakasih kepada anda karena sudah bersedia menjadi anggota perkumpulan kami. Kami selalu senang memiliki keluarga baru. Kami akan membantu apa pun kebutuhanmu. Kami akan membantu mencari informasi mengenai keberadaan Hada yang sudah hilang sejak sepuluh tahun lalu”.
Semua orang di ruangan itu bertepuk tangan, terharu, dan siap membantu, siapa pun yang menurut mereka telah dicurangi oleh waktu.
***
Wanita itu bernama  Esmeralda. Dia adalah seorang wanita karir pada awalnya. Berkerja hampir tak kenal waktu, bahkan cenderung tak perduli dengan kesehatan tubuh dan kejiwaannya. Tentu saja yang ada dipikirannya adalah bagaimana cara agar dia bisa mendapatkan banyak uang untuk persediaan hidupnya bersama keluarga kecilnya nanti, dia tidak pernah memikirkan hal lain diluar itu. Karena dia tau bagaimana rasanya menjadi begitu kesusahan dimasa kecilnya, dia tak mau anaknya menghadapi masalah yang sama.
Terus bekerja membuatnya tak sadar bahwa sudah hampir tiga puluh tahun dia hidup. Sudah sepuluh tahun dia berkerja tanpa henti untuk mendapatkan semuanya. Sudah waktunya dia mewujudkan keluarga kecil bahagia yang selama ini dia damba-dambakan. Dan dengan sangat kebetulan, ada seorang pria sangat mapan datang kepadanya mengutarakan maksud baik. Pria itu, yang enam tahun lebih muda darinya, melamarnya untuk menjadi pendamping hidup.
Pria ini bernama Areeha. Bisa dikatakan dia adalah orang yang berkedudukan sangat tinggi di perusahaan tempat Esmeralda bekerja. Dia berperawakan biasa, layaknya penduduk Lieve pada umumnya. Berperawakan tidak terlalu tinggi, berbadan sedikit bungkuk, berwajah tirus, berkulit putih kemerah-merahan, dan telinga yang jika dibandingkan dengan telinga penduduk negara lain dapat dikatakan besar.
Namun ada banyak hal lain yang membuat Esmeralda sangat menyukai Areeha. Kebanyakan pria Lieve akan memandang rendah perempuan karena menurut mereka perempuan hanya ras lemah, remah-remah peradaban. Hanya sebagai kesenangan dan wadah keturunan bagi para laki-laki. Tidak lebih. Mereka juga berfikir bahwa perempuan hanya menjadi penghambat laju pertumbuhan ekonomi karena lebih mementingkan perasaan. Itu juga yang membuat mata laki-laki di tempat kerjanya menatap Esmeralda dengan penuh hina. Sepuluh tahun dia berkerja untuk membuktikan bahwa perempuan pun bisa. Namun nyatanya dimanapun sama, hal itu tidak merubah apa-apa.
Areeha, dia orang yang sangat berbeda. Dia tidak pernah menatap Esmeralda dengan tatapan itu, dia melihat Esmeralda sebagai manusia, sebagai manusia yang harus diapresiasi. Sering sekali Areeha menyelamatkan Esmeralda dari keadaan canggung yang terjadi ketika para laki-laki ditempat kerjanya mulai menatapnya dengan tatapan merendahkan, itu saja sudah membuat Esmeralda tergila-gila. Namun, Esmeralda mampu menggunakan logikanya. Dia sadar bahwa jika dibandingkan dengan Areeha, dia bukanlah siapa-siapa. Tidak mungkin Areeha akan meliriknya.
Dan ternyata itu terjadi. Suatu sore, ketika Esmeralda hendak pulang ke kediaman sederhananya, Areeha menghampirinya dan meminta izin untuk mengantarkannya pulang. Esmeralda bingung dan senang diwaktu yang sama. Tanpa pikir panjang, dia mengiyakan permintaan izin tersebut. Mana mungkin kesempatan datang dua kali. Dan mereka pun menaiki mobil pribadi milik Areeha, dengan supir pribadinya tentu saja.
Mereka berdua duduk dikursi penumpang.
Menit-menit awal dihiasi dengan hening. Suasana canggung begitu kentara. Samar-samar Esmeralda dapat merasakan bahwa Areeha sedang bergemetar. Lalu dengan terbata-bata, Areeha mulai bertanya mengenai pekerjaan, dan malangnya, bagi Areeha tentu saja, ketika Esmeralda telah menjawab pertanyaan tersebut, otaknya sudah tidak bisa memproses kata atau pun memikirkan tema obrolan apapun.
“Esmeralda, mau kah kau menjadi istriku?”. Tanyanya masih dengan terbata-bata, juga tangan gemetarnya yang serta-merta mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah dari saku celana. Sebuah cincin pernikahan terbuat dari emas bercampur berlian terlihat disana ketika kotak itu dibuka.
Esmeralda tidak dapat berkata, lidahnya seketika kelu. Yang bisa ia lakukan hanya menutup mulut, mencoba menahan entah suara macam apa yang akan keluar dari sana jika dia tidak menutupnya. Air mata mengalir begitu saja dari kedua matanya yang sayu karena lelah. Badan nya bergemetar menahan sebuah kebahagiaan yang teramat sangat.
Cukup lama sampai akhirnya Esmeralda menganggukkan kepalanya. Dia setuju. Tidak, dia bukan hanya setuju. Dia bahkan sangat bahagia. Dan akhirnya, mereka pun menikah, tepat tiga hari setelah kejadian tersebut.
Tiga tahun lamanya sudah mereka menjalani kehidupan pernikahan. Areeha meminta istrinya untuk berhenti berkerja, dia tidak mau pujaan hatinya itu kelelahan. Bahkan untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah, Areeha memperkerjakan seorang wanita lain. Dia sangat sayang pada Esmeralda. Satu hal yang paling diinginkan oleh Areeha kala itu adalah keturunan. Dia sangat ingin memiliki anak yang  dapat melengkapi keluarga bahagianya itu.
Namun dia tidak sekalipun mendesak Esmeralda. Dia tetap sabar dan berusaha untuk membuat Esmeralda hamil. Mulai dari penambahan intensitas bercinta mereka, sampai memakan makanan yang dipercaya dapat “mempersubur” reproduksi, semuanya. Bahkan sudah beberapa kali mereka mengkonsultasikan hal itu pada dokter kandungan yang menjadi kepercayaan keluarganya.
Dari beberapa kali konsultasi dan pemeriksaan, ada indikasi bahwa Esmeralda adalah seorang wanita yang sulit memiliki anak. Kabar ini dengan cepat sampai ke telinga keluarga besar Areeha. Tentu saja mereka ingin Areeha memiliki keturunan, dan memaksanya untuk mencari wanita lain.
Esmeralda dirundung kesedihan. Dia mengurung diri dikamar dan tidak membiarkan Areeha masuk. Akhirnya Areeha juga merasa sedih, dia tidak pergi ke tempat kerja, hanya menunggu didepan pintu kamar. Dia tidak mau istrinya menanggung semua kesedihan itu sendiri. Dia tidak lagi perduli dengan keturunan. Persetan! Dia hanya takut terjadi sesuatu pada istri tercintanya.
Setelah tiga hari tanpa akses dunia luar, Esmeralda akhirnya membuka pintu, dengan wajah yang sangat pucat dan mata yang sangat sembap. Bagaimana tidak, tiga hari itu tanpa makanan sama sekali, mungkin saja hanya menangis yang dia lakukan didalam sana. Saat pintu terbuka, tubuhnya terjatuh. Areeha dengan sigap menangkap istrinya, langsung menggendong Esmeralda menuju mobil dan membawanya kerumah sakit.
Dengan sangat sabar Areeha menjaganya sepanjang hari, bahkan sepanjang malam. Dia mulai terlihat seperti orang sakit. Namun dia tetap tidak perduli. Dia hanya ingin melihat pujaan hatinya siuman. Setalah dua hari, Esmeralda membuka matanya.
Yang pertama kali Esmeralda katakan ketika melihat Areeha adalah “Cintaku, jika kau masih cinta kepadaku, tinggalkan aku. Carilah perempuan yang mampu memberikan keturunan bagimu. Aku tidak mau kau mengecewakan kedua orang tuamu, cukup lah mereka kecewa padaku. Dengan senang hati aku akan pergi dan tidak mengganggumu lagi”.   
“Esmeralda, cintaku. Tolong dengarkan”. Kedua tangannya menggenggam kedua tangan Esmeralda. “Kau akan selalu menjadi satu-satunya. Aku tidak mau. Aku tidak akan menerima siapapun lagi. Persetan dengan apa yang dikatakan oleh ayah dan ibuku. Toh mereka hanya membesarkanku sebagai penghasil uang. Bukan sebagai anak. Untuk apa aku harus perduli. Yang aku mau bukan keturunan. Yang aku mau hanya menua bersamamu. Tolong mengertilah, aku benar-benar tidak mau hidup tanpa dirimu”.
Air mata kembali membasahi pipi Esmeralda. Lelaki yang sekarang menjadi suaminya ini benar-benar sebuah anugerah. Dia sangat yakin jika Areeha bukanlah sebuah kebetulan. Dia yakin ada seseorang yang mengaturnya. Namun siapa? Ini semua terlalu indah jika orang biasa yang mengaturnya, yang artinya orang itu begitu berkuasa. Ah, dia tidak perduli. Ia hanya ingin menua bersama suaminya sekarang.  
Dia menutup kedua matanya dan menggenggam balik kedua tangan Areeha dengan kuat. Areeha mengecup dalam tangan istrinya, lalu mengecup keningnya penuh cinta. Tanpa terasa, lelaki yang sangat mencintai istrinya itu ikut menitikkan air mata. Dan air mata tersebut jatuh dikening sang wanita.
“Esmeralda, belahan jiwaku, satu-satunya cintaku, tolong dengarkan sumpahku pada sang waktu. Aku, Areeha putra Lieve, akan selalu berada disisi mu sepanjang nafas mengikat nyawa, sepanjang cinta menyimpul jiwa, sepanjang senang sulit yang datang melanda, dan sepanjang kala berkasih pada kita dengan kata usia”.
***
Beberapa hari sudah Esmeralda melalui masa-masa kritisnya. Dengan sangat sabarnya Areeha terus menjaga dan merawatnya. Banyak sekali yang telah terjadi, namun Areeha tidak mau menambahkan beban pikiran istrinya. Ia hanya mau mereka bisa secepatnya pulang menuju rumah kecil mereka, melanjutkan kebahagiaan mereka yang tertunda. Dan, sekarang lah waktunya.
“Suamiku, belahan jiwaku, ah, rasanya aku sampai tidak tahu bagaimana harus mengucapkannya. Aku, aku sangat berterimakasih kepadamu. Rasanya apa yang kau lakukan untukku selama ini sangat besar, aku tidak tahu harus bagaimana membalas semua”. Kata Esmeralda ketika mereka sedang dalam perjalanan kembali menuju kediaman mereka.
Mata Areeha masih fokus pada jalan raya yang lumayan lengang malam itu. Tangan kiri nya menggenggam tanga kanan Esmeralda yang duduk di kursi penumpang sebelahnya. Dengan sangat lembut dia meremas tangan istri tercintanya itu. “Dengarkan ini rembulan bagi duniaku yang amat gelap, aku tak perduli pada apapun yang terjadi padaku. Aku hanya ingin kau selalu berada disisiku. Walaupun orang mengancam akan menghapus namaku dari daftar pewaris perusahaan, walaupun orang mengancam akan mengambil semua harta bendaku, walaupun dunia mengancam dengan berbagai cara pun, aku akan tetap memilihmu. Aku sudah sangat muak dengan dunia. Bahkan aku berencana mengajakmu pergi jauh dari kota, bahkan dari Lieve bila perlu. Ada sesuatu yang sangat salah disini, yang anehnya tidak bisa disadari oleh orang-orang.
“Rasanya hari-hariku mengumpulkan uang sangat hampa. Orang tuaku terus mendesakku untuk terus melanjutkan pekerjaanku, karena menurut mereka, aku adalah aset yang sangat berharga, aku sangat cakap dalam mengatur segalanya. Mau tidak mau aku harus menjalankan apa yang mereka perintahkan, dan aku menjalankan semua layaknya robot. Mengulangi pekerjaan yang sama berulang-ulang. Namun semua berubah ketika kau mulai berkerja di perusahaan. Entah mengapa, ada sesuatu yang menarik perhatianku darimu.
“Pada titik itu aku merasa bahwa aku mulai terobsesi padamu. Aku sangat sadar bahwa obsesi yang berlebihan pada seseorang itu tidak baik. Dan akhirnya aku mencoba untuk mengalihkan pandanganku darimu. Tidak. Aku tidak bisa. Semakin kualihkan perhatianku darimu, semakin aku sadar bahwa rasa yang kurasakan bukanlah obsesi. Ini cinta. Ya, hampir selama tujuh tahun kupendam rasa ini.
“Dan di hari kau katakan kau menerimaku sebagai suamimu, rasa sangat bahagia membanjiri dadaku. Aku merasa bahwa aku tidak membutuhkan apapun lagi. Uang, sudah banyak yang kumiliki, anak, aku tidak perduli, relasi, ah, rasanya mereka pun hanya perduli pada uang yang kumiliki. Aku hanya perduli padamu, kebahagiaanmu, kesenanganmu, kesehatanmu, semua itu prioritasku sekarang”. Dia mengangkat tangan kanan istrinya dan mengecupnya dalam.
Esmeralda menyandarkan kepalanya pada bahu suaminya. “Terimakasih pangeranku. Aku tak tahu bagaimana membalas semua yang kau lakukan untukku. Bahkan rasanya kata terimakasih pun tidak cukup kuucapkan seribu kali padamu. Rasanya aku manusia paling beruntung di dunia ini. Jika tuhan yang sering dikatakan para believer itu benar ada dan merencanakan semua ini untukku, aku akan menjadi bagian dari mereka”.
Agaknya Areeha sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan Esmeralda. Dia terdiam beberapa saat, lalu menarik nafas panjang. “Agaknya aku pun akan melakukan hal yang sama”.
Esmeralda tidak menyangka suaminya akan menjawab seperti itu. seketika itu dia menatap dalam mata suaminya. Ada sebuah bahasa yang tidak dapat dijelaskan pada tatapannya itu.
Areeha sadar bahwa istri tercintanya sedang menatapnya. Dia memelankan laju mobil yang sedang melaju pada jalan yang sepi itu, lalu menatap balik mata istrinya dalam. Saat itu mereka berdua sedang melakukan sebuah percakapan yang hanya dapat dimengerti oleh manusia-manusia yang sedang dimabuk cinta.
Lalu muncul sebuah rasa yang sangat Areeha kenali dalam dirinya. Dia mengarahkan mobilnya menuju tepi jalan, matanya tetap menatap dalam, bahkan semakin dalam, bahasa antara mereka melaju semakin jauh.
Mobil yang mereka tumpangi sudah berada di tepi jalan. Areeha mendekatkan wajahnya pada wajah istrinya perlahan, lalu tangan kanannya mulai membelai wajah wanita yang menjadi cinta dalam diamnya hampir selama tujuh tahun itu. Dengan penuh cinta Esmeralda menutup mata, bahasa yang sedang mereka gunakan merambat naik menuju jenjang yang lebih jauh.
Bibir mereka bertemu. Agaknya apa yang dirasakan Areeha sudah membubung melewati ubun-ubunnya, detik demi detik menjadikan mereka terbakar lebih panas lagi, semakin memburu.
Tangan kanan Areeha dengan seketika menjelajahi dashbord mobil itu, mencari sebuah tombol. Dengan cepat dia dapat menemukannya. Ketika tombol itu telah dia tekan, kaca hitam pekat pelapis kaca mobilnya turun, dan siapapun yang melintasi jalan tersebut tidak dapat melihat apa yang terjadi di dalam sana.
Ya, mereka hanya mampu melihat mobil yang berhenti di bahu jalan itu bergerak-gerak dengan anehnya.


Bersambung



IbnuZayn      

2 comments:

Kegiatan Rutin Khotmil Qur'an Di Lingkungan Kampus 2 UIN Salatiga

Salatiga- Selasa pagi, tanggal 25 Febuari 2025, Masjid At-Thoyyar yang terletak di kampus 2 UIN Salatiga ramai dengan antusias mahasiswa un...