Oleh : Risma Ariesta
Mahasiswi Bahasa dan Sastra Arab,
Semester 2
IAIN
Salatiga
Syekh Muhyiddin bin ‘Arabi pernah
mengatakan kepada muridnya, “Jika kalian ingin memotong jalan menuju Tuhan,
terlebih dahulu kalian harus menjadi perempuan.”
Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Prof. Dr. H.
Nasaruddin Umar, M.A, beliau mengutip perkataan salah satu ulama seperti yang
tertulis di atas. Hal tersebut memiliki landasan, dimana unsur kelelakian
merepresentasikan sifat The Masculine God, atau Al-Jalal (keagungan,
kehebatan, kesombongan). Namun dalam bulan suci Ramadhan yang disebut juga
sebagai bulan cinta (Syahr Alhubb), Tuhan lebih banyak memperkenalkan
diri-Nya sebagai The Femine God yang merepresentasikan sisi Al-Jamal (kecantikan,
kebagusan, keelokan).
Jika ditelaah secara lebih mendalam, The Feminine God bisa
direpresentasikan sebagai pancaran dari sifat-sifat Tuhan yang Maha Pemurah,
Penyayang, Pengasih, Mulia, Lemah Lembut, dan lain sebagainya. Adapun sifat
lemah lembut yang identik dengan perempuan di sini, menggambarkan betapa
pemurahnya Tuhan pada para hamba-Nya, khususnya pada momentum bulan Ramadhan
seperti ini. Bahkan bisa dikatakan, Tuhan sedang obral pahala
sebanyak-panyaknya di bulan mulia ini. Setiap kebaikan, setiap sedekah
dilipatgandakan sebanyak 700 kali bahkan sampai tak hingga, sesuai dengan
kehendak-Nya.
Bulan suci Ramadhan adalah saat paling tepat untuk setiap
hamba kembali mereguk nikmatnya iman dalam hati. Meskipun begitu, bukan berarti
pada bulan-bulan selain Ramadhan seorang hamba tidak diperkenankan untuk
kembali dan bertaubat kepada Allah. Melainkan, kesempatan penerimaan taubat
amat besar Tuhan curahkan pada bulan suci Ramadhan ini. Masa paling tepat untuk
berlomba-loba dalam kebaikan, sebanyak mungkin, sesering mungkin, meski harus
sampai pada titik darah penghabisan.
Tapi kenapa kita dianjurkan untuk totalitas di bulan suci
ini? Jawabannya, karena pada bulan Ramadhan inilah Allah memberikan seluruh
cinta-Nya kepada para hamba, melipatgandakan pahala dari amalan-amalan yang
dilakukan oleh para hamba sesuai kehendak-Nya, bahkan tanpa kita ketahui.
Oleh karena itu, kesempatan sebesar ini harus kita manfaatkan
sebaik-baiknya untuk beribadah dan taqarrub kepada Allah SWT. Jika
setiap hembusan nafas saja dihitung ibadah, lantas bagaimana dengan perbuatan
ibadah itu sendiri? Bagaimana dengan niat kita tulus bersedekah serta membantu
orang lain? Bukankah akan lebih banyak nilai serta pahalanya di sisi Allah?
Mungkin saat ini, kita bisa dibilang sebagai hamba yang tak
tahu diri. Dimana, banyak sekali dosa yang telah kita perbuat dalam 11 bulan
lamanya, sedangkan hanya ada satu bulan paling mulia yang Allah sediakan agar
semua itu lebur oleh pertaubatan serta kesungguhan kita dalam merengkuh
cinta-Nya. Ramadhan yang hanya satu bulan dengan 29 sampai 30 hari di dalamnya,
berusaha mengajarkan kepada kita tentang efektifitas waktu yang harus
senantiasa kita gunakan dan manfaatkan sebaik mungkin.
Jadi, akan lebih mudah bagi kita untuk mendekatkan diri
kepada Allah melalui metode The Feminine God. Dimana, seorang hamba
harus senantiasa lebih banyak mengucap syukur atas setiap rahmat dan nikmat
Tuhan atasnya. Ber-taqarrub atas dasar cinta kepada Tuhan, untuk
mencapai percepatan kembali fitrah dalam tataran sebagai seorang hamba.
Mantaaap Risma. Terus menulis ya. Tulisanmu bagus 😊 GBU
ReplyDelete