Thursday, 21 September 2023

KKL, Kesenangan Atau Momok Bagi Mahasiswa?

 

KKL, Kesenangan Atau Momok Bagi Mahasiswa?

Oleh: Mafaza Bagas 53040210019


Kuliah Kerja Lapangan atau yang biasa disingkat dengan KKL, adalah kegiatan yang memadukan observasi, kunjungan dan wisata mahasiswa ke tempat-tempat, instansi, ataupun lembaga yang berkaitan dengan disiplin ilmu ataupun bidang yang ditekuni mahasiswa di perguruan tinggi. Tentunya kegiatan ini juga memiliki nilai SKS di dalamnya, oleh karena itu, mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti kegiatan ini, baik secara mandiri maupun berkelompok, tetapi untuk mempermudah biasanya disarankan untuk berkelompok jika tidak ada suatu halangan yang berat.

Namun, apakah hal ini menjadi kesenangan atau malah menjadi momok bagi mahasiswa? Pasalnya kegiatan jni juga membutuhkan biaya yang tidak murah, dan hal ini mungkin menjadi problem bagi beberapa mahasiswa, karena kita juga tidak tahu mengenai latar belakang ekonomi tiap-tiap mahasiswa. Jika dilihat dari tenggat pembayaran kemarin, masih banyak mahasiswa yang terlambat dalam membayar iuran KKL, dari hal tersebut kita bisa menerka-nerka, apakah iuran yang cukup besar ini memberatkan bagi mahasiswa? Akan tetapi, jika ditanya langsung pasti akan dijawab dengan kata “tidak”, karena apa? Karena mereka juga ingin mengikuti kegiatan ini, walaupun terdapat sedikit problem dalam hal biaya, dan mereka mau tidak mau untuk segera menginformasikan kepada orang tua mereka mengenai hal ini, namanya juga orang tua, pasti, selalu, mesti, mengupayakan yang terbaik untuk anak mereka, apapun rintangan yang akan mereka lalui. Sebuah keberuntungan jika keluarga itu mempunyai tabungan, jika tidak? Pasti akan kesusahan, beruntungnya pembayaran itu diperpanjang hingga selepas KKL, tetapi di pikiran orang tua biaya kesana tidak hanya untuk iuran, masih ada sangu untuk membeli barang yang anak mereka inginkan atau untuk membeli oleh-oleh, tetapi lupakan saja lah, karena ketika saya lihat dilapangan semua orang tertawa gembira, meskipun kita tidak tahu kesedihan apa yang menimpannya.

Berlanjut ke kunjungan pertama ke Markaz Arabiyah yang beralamat di Pare, Kediri, disini saya melihat bahwa Markaz ini memiliki pembelajaran yang inovatif, tetapi yang sangat saya sayangkan pembelajaran ini cenderung bersifat kekanak-kanakan dan terlebih lagi dibaluti dengan asmara-asmara ala” anak jaman sekarang, kurang relevan untuk seorang penuntut ilmu tulen karena bisa menjadi generasi yang melankolis.

Di Pulau Bali, kita memiliki 3 kunjungan. Pertama, di Balai Bahasa Provinsi Bali, Kedua di Bali TV, Ketiga di HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) Bali, dari ketiga kunjungan tersebut, menurut pengamatan saya, yang paling mendapat benefit/ manfaat dari menjalin hubungan antara kampus dan instansi adalah di HPI, karena secara tidak langsung kita memiliki jalur untuk masuk kedalam HPI guna menjadi pramuwisata berbahasa Arab, di katakan pula bahwa HPI Bali kekurangan pramuwisata yang bisa berbahasa Arab, diantara 6000an orang hanya ada 2 yang bisa berbahasa Arab. Kunjungan turis timur tengah ini diawali oleh kedatangan Raja Salman di Pulau Bali.  Di dua tempat lainnya saya merasakan bahwa kampus hanya bisa menjalin hubungan dan memperoleh Ilmu tentang instansi tersebut, namun tidak dengan jalur menuju dunia kerja.

Ketika berkunjung ke tempat kunjungan KKL, Bapak dan Ibu Dosen menginstruksikan kepada para mahasiswa untuk bertanya mengenai apa yang ada dalam instansi-instansi tersebut. Memang itu baik, tetapi di lain sisi, mahasiswa hanya bersifat asal/ngawur dalam melontarkan pertanyaan, dan mungkin pertanyaan itu sudah dijelaskan atau mungkin tidak perlu dijawab secara frontal. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena, dari sudut pandang mahasiswa, mungkin mereka bisa diakui jika ia terlihat kritis dalam menyikapi suatu hal, tetapi yang terjadi malah tidak sesuai dengan kriteria kritis yang dimaksud, saya juga belum menemukan kata-kata “bertanya kritis”, tetapi yang ada adalah “berpikir kritis”, kritis itu dalam akal bukan dalam mulut, adapun pertanyaan itu adalah buah dari berpikir kritis, hal semacam ini mestinya harus di perhatikan bagi tiap-tiap mahasiswa, agar tidak terjadi suatu hal “sok kritis” berada di lingkungan akademis.

Selain berkunjung ke instansi-instansi yang berada di Bali, kami juga berkunjung ke tempat-tempat wisata di Bali, meskipun tidak se-lama waktu berkunjung ke instansi, tetapi hal ini cukup menghibur para peserta KKL. Saya tidak menyangka banyak masjid-masjid besar di Pulau Bali ini, itu menunjukan bahwa di Bali sangat menjunjung toleransi antar umar beragama, meskipun wisata di Bali adalah wisata agama, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa terdapat sarana-sarana beribadah untuk agama lain selain agama Hindu. HPI juga sedang menggemborkan wisata halal untuk umat muslim lokal dan internasional, guna menambah wisatawan muslim untuk berkunjung ke Pulau Bali. Akan tetapi, HPI Bali juga sedikit kebingungan, karena mereka juga harus meriset para wisatawan yang beragama Islam untuk ditanyai perihal, apa saja yang diinginkan wisatawan muslim ketika berwisata di Pulau ini.

No comments:

Post a Comment

Kegiatan Rutin Khotmil Qur'an Di Lingkungan Kampus 2 UIN Salatiga

Salatiga- Selasa pagi, tanggal 25 Febuari 2025, Masjid At-Thoyyar yang terletak di kampus 2 UIN Salatiga ramai dengan antusias mahasiswa un...