Wednesday, 24 April 2019

Mahasiswa BSA IAIN Salatiga Meraih Juara 3 Lomba Futsal dalam Acara Konsolidasi dan Turnamen Futsal DPW III ITHLA


Dok. Pribadi 
Konsolidasi mahasiswa bahasa Arab se-Jateng dan DIY merupakan salah satu kegiatan yang diadakan oleh Dewan Pimpinan Wilayah III Ithla. Kegiatan ini bertujuan sebagai ajang silaturahmi dan penyelarasan proker HMJ/HMPS PBA dan BSA se-Jateng dan DIY. Tahun ini sebagai tahun perdana dilaksanakan kegiatan tersebut dan akan berlanjut di tahun-tahun berikutnya. Pada tahun perdana ini, dilaksanakan di IAIN Surakarta dan berlangsung selama dua hari yaitu tanggal 12-13 April 2019. Rangkaian kegiatan berupa pertandingan futsal antar instansi dan konsolidasi mahasiswa, yang mana konsolidasi ini berupa pemaparan dan penyelarasan proker dari setiap instansi se-Jateng dan DIY. Untuk pertandingan futsal diikuti oleh beberapa instansi, seperti IAIN Salatiga, IAIN Surakarta, UIN Walisongo Semarang, UIN Sunan Kalijaga, UNSIQ Wonosobo, IAIN Pekalongan, UNNES, UGM, IPMAFA Pati dan IAIN Kudus. Untuk konsolidasi diikuti oleh semua peserta futsal ditambah dari IAIN Purwokerto dan STAISPA Yogyakarta.
Dok. Pribadi
Kegiatan berlangsung sangat meriah dan lancar. Begitu juga dengan pertandingan futsal yang mana dari peserta mengikuti pertandingan dengan antusias. Keantusiasan dan keceriaan juga terlihat dari wajah penonton yang melihat langsung pertandingan dari awal sampai akhir. Pertandingan dimulai pukul 08.00 pagi dan berakhir sore hari. Pertandingan dimenangkan oleh UNSIQ sebagai juara pertama dan UGM sebagai juara kedua, dan untuk juara ketiga dimenangkan oleh BSA IAIN Salatiga. Setelah pertandingan futsal selesai, malam harinya diadakan konsolidasi antar instansi untuk pemaparan dan penyelarasan program kerja HMJ/HMPS. Acara konsolidasi ini melibatkan beberapa instansi dibawah naungan Dewan Pimpinan Wilayah III Ithla. Konsolidasi dimulai pukul 19.00 WIB dan berlangsung sampai hampir larut malam. Konsolidasi berlangsung dengan lancar dan semua peserta dapat mengikutinya dengan antusias. Di hari kedua kegiatan, tidak ada acara selain penutupan kegiatan. Penutupan kegiatan diadakan di pagi harinya dan setelah itu semua peserta meninggalkan tempat kegiatan untuk kembali ke masing-masing instansi. Semua peserta dari beberapa instansi kembali dengan rasa bangga juga bahagia, karena mereka mendapatkan pengalaman, ilmu, dan juga teman dari instansi yang berbeda.

Oleh : Trimo Wati 


Sunday, 21 April 2019

THE PARADOX PARANOIA (Beginning)


“Ada kata terakhir yang ingin kau ucapkan?”. Dia menyeringai. Tangan kirinya mengeluarkan sebuah kain dari kantung seragamnya yang berwarna putih. Ia mulai membersihkan sebuah belati tumpul tidak terlalu besar yang berada di tangan kanannya. Belati itu hampir terlihat berubah merah, bagai darah yang bersimbah.
Orang yang ditanya itu tersenyum. Ia adalah seorang pria dikisaran usia dua puluh sampai dua puluh lima, berperawakan tidak terlalu tinggi, bermata sipit, wajah nyaris tirus, dan telinga yang sedikit besar. Tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang sedang mengelilinginya dengan tatapan brutal saat itu. Ia didudukkan pada sebuah kursi kayu berlengan. Kedua tangan dan kakinya diikat pada lengan dan kaki-kaki kursi. Membuatnya tak dapat bergerak kemana-mana. Sekujur tubuh telanjang dadanya dipenuhi oleh luka. Entah itu sayatan tak berperikemanusiaan, lebam karena pukulan, kuku-kuku yang tercerabut dari buku-bukunya, yang membuatnya tak serupa lagi, semua ia dapatkan sepanjang dijadikan tahanan.
Pada sisi-sisi bibirnya darah menetes secara perlahan namun pasti. wajahnya yang dahulu tampan sekarang sudah tidak terlihat seperti wajah lagi, tertutupi oleh lebam, bengkak, dan memar keunguan. Mata sipitnya bahkan sulit untuk terbuka. Dengan getar tubuh yang pasrah, dan tenaga yang sudah lama musnah, dia masih mampu mengeluarkan sebuah senyuman tulus, yang  membuat beberapa orang itu menatapnya semakin ketus. Sebagian mereka berfikir bahwa pria ini sudah gila dan lebih cocok dimasukkan ke rumah sakit jiwa.
  Pria yang didudukkan dikursi itu terbatuk, tersedak oleh darah yang keluar dari mulutnya sendiri. Beberapa tetes darah tersebut jatuh ke lantai, menyusul darah-darah lain yang telah mengering jauh sebelumnya. Ia tertawa perlahan, bukan ejekan, apalagi meminta belas kasihan. Lebih seperti orang tertawa karena bahagia mendapatkan sesuatu yang telah ditunggu sepanjang hidupnya. Sangat bahagia, dengan senyuman tulus yang akan sangat sulit dilupa. “Janji sang cahaya... yang diucapkan sang... penyebar cahaya... kepada kami, adalah janji yang benar, sang cahaya pun bukan... zat... yang ingkar...”. Mata pria itu menengadah ke langit, berbinar, berlinangan air mata. Kata-katanya sontak berhenti begitu saja. Orang-orang yang berada disana terdiam. Merasakan segala indra mereka mulai bungkam.
Setelah beberapa lama, ia mulai membuka mulutnya. Terisak-isak. Kebahagiaannya tumpah ruah. Seisi ruangan mulai ketakutan, kecuali satu orang, si pemegang belati. Dia melihat ke arah orang-orang yang mengitarinya. “Kalian, Sang Cahaya mengirimkan Elyas, hambanya yang paling setia untuk menjeputku. Beliau mengirimkan salam kepada kalian”. Omongan pria itu tiba-tiba tidak terbata-bata, walaupun masih dengan air mata yang terus mengalir, ia menyampaikan kalimat-kalimatnya secara berapi-api. Bagaikan menyampaikan nubuat langsung dari Sang Cahaya itu sendiri. “Masih ada waktu. Beliau telah mengirimkan anak-anak terbaiknya pada pintu-pintu hati kalian. Bukalah! Terimalah dia. Dan kalian akan segera mengetahui kebahagiaan macam apa yang sedang aku rasa. Dia akan selalu mendatangi kalian kapan pun kalian bersedia”.
Pria pemegang belati itu menarik dagu pria tersebut dari belakang dengan tangan kirinya, lalu mendekatkan wajahnya pada telinga kanannya. Ia berkata dengan parau, mencoba mengintimidasi. “Cukup bicara mengenai tuhan hayalanmu. Panggil cahaya itu. Katakan padanya aku menunggu. Katakan padanya bahwa dia berhutang padaku seorang ibu. Jika memang kau berhasil bertemu dengannya setelah itu, akan kulakukan padanya apa yang sekarang akan kulakukan padamu”. Belati tumpul ditangan kanannya mulai menggorak leher pria tersebut. Secara perlahan.
Pria itu hampir tidak berteriak sama sekali. Hanya sebuah kalimat yang dikatakannya berulang kali. “Tuhan, aku pulang” dia terdengar bahagia sekali. Orang-orang mulai bergidik. Sangat kontras dengan suara gesekan yang amat kasar antara belati tumpul dengan kulit dan daging. Juga ucapan pria yang digorok seperti domba yang mulai hilang suaranya, menyisakan senyuman disana. raganya telah mati, namun jiwanya menatap Elyas dan dibawa pergi. semua digantikan oleh suara ngilu yang timbul dari bilah belati tumpul yang beradu dengan rawan tulang belakang.
Darah memancar dari rongga leher yang  masih terus dikoyak, menggenangi bagian-bagian dari ruangan gelap yang semakin tidak layak. Orang-orang itu melihat bagaimana seorang pria plontos pimpinan mereka terus berusaha memutuskan kepala dari tempatnya, dengan amarah yang membara dengan sangat kentara. Tak perduli pada cairan merah yang membanjiri seragam putihnya, yang penuh dengan lencana tanda jasa yang entah didapatkan dengan cara apa.
Ruangan tersebut hening. Hanya ada suara gesekan belati dengan daging-daging yang dimotori oleh kesumat yang amat sangat. Leher itu hampir tuntas, saat orang-orang mulai menyadari bahwa ada yang tidak selaras. Darah identik dengan aroma amis, namun yang mereka dapati adalah aroma harum asing, yang membuat orang-orang semakin merinding. Beberapa orang jatuh pingsan, tak kuasa menahan anomali yang semakin membingungkan. Sebagian tetap berdiri, dengan kaki yang bergemetar dan hati yang terus meneriaki harga diri untuk mulai berbalik dan pergi berlari dari tempat ini.   
 Diangkatnya kepala itu tinggi-tinggi, disertai rasa bangga sekaligus benci yang dikontribusikan oleh hati yang mungkin sudah lama mati. Dia berkata “Kalian, kalian adalah saksi. Believer adalah kumpulan manusia gila yang tak pantas mendiami dunia. Mereka kumpulan orang sakit jiwa yang percaya bahwa tuhan ada dan berwujudkan cahaya. Bahwa mereka jasad-jasad hina yang rela melakukan segalanya untuk menyingkirkan kita. Jika kalian bertanya mengapa, akan kujawab. Karena kita berbeda. Karena kita adalah manusia tersesat, bahan bakar alam siksa imajiner mereka yang disebut neraka. Kita harus melawan, sebelum kita habis tak bersisa”.
Pria itu lalu menatap orang-orangnya satu-persatu. Ia menurunkan kepala yang baru saja dia angkat dan menginjaknya dengan satu kaki. “Aku tidak akan bisa melakukan semuanya sendiri. Aku membutuhkan kalian semua untuk melindungi kita dan masa depan keturunan kita, aku membutuhkan kalian untuk menyuarakan ini kepada dunia, aku membutuhkan kalian untuk merubah tatanan dunia yang sudah mereka rubah seenaknya, dan aku membutuhkan kalian, manusia yang menjunjung tinggi logika diatas segalanya”.
“Orang ini, orang ini hanya permulaan. Entah kejutan seperti apa yang sedang menanti kita didepan”.


Bersambung


(IbnuZayn)

Sunday, 14 April 2019

بَلَدُ الأَجْنَبِي

google.com

بَلَدُ الأَجْنَبِي

Perantauan

عَاشَ فِي بَلَدِ الاَجْنَبِى صَعْبَهْ
Hidup di rantau itu berat
مَرَّتْ بِالأَبَاءِ فِي الشَوَارِعِ
Ketemu orang tua di jalan
 وَتَدَكَّرَعَن الوَلِدَينِ فِي البُيُوتِ
 Inget orang tua sendiri di rumah 
مُشَاهَدَةُ الأَطْفَالِ فِى المَدَارِسِ
Inget anak-anak di sekolahan 
وَتَدَكَّرَعَنِ الأِخْوَةِ مَتْرُوكُ بِنَا
Inget adek sendiri yang kita tinggalkan 
ثُمَّ اشْكُرُوا مَنْ مَازَالَ مُوَحّدًا
Maka bersyukurlah kalian yang masih disatukan
قَبْلَ مَا يَعْرِفُ مُرَّالفِرَاقِ مُأَلَّمَا
Sebelum tahu sakit dan pahitnya suatu perpisahan
 اِمْشَاكُ الشَوقِ بَعِيدًا
Menahan  rindu dari kajauhan 
 اَرْجِعُ وَاَنَا رَاسِبٌ
Saya pulang dan saya gagal 
 اَقُولُ لَكِ العَفْوَى يَا اُمي
Ibu maafkan aku

# عَشَافُ الغُرُوبِ
Penikmat senja 

Monday, 8 April 2019

Refleksi : Ilaika – Sya’ir Menyayat Hati, Penyembuh Jiwa

Malam ini hening, tiba-tiba saja kedua mataku membasah karena sesuatu. Padahal, kupikir tak ada sesuatu yang menyedihkan, atau hal-hal aneh yang kurasakan. Aku tidak sedang putus cinta atau bertengkar dengan temanku, atau mendapat nilai buruk di salah satu mata kuliah. Tidak. Kupikir aku tak memiliki masalah cukup serius hingga membuatku menangis. Tapi entah kenapa, aku menangis! Seolah sesuatu entah apa mengaduk-aduk emosiku, sehingga membuat air mata di kedua mata ini mengalir dengan derasnya.

Lama aku mencari penyebab apa yang membuatku jadi seperti ini.  Sebenarnya aku kenapa? Lantas, aku teringat pada sya’ir bahasa Arab yang kini mengalun pelan di telinga hingga memenuhi kepalaku. Melalui headset yang kini terpasang, didukung oleh heningnya malam dan dinginnya suasana, semakin aku menikmati suara merdu pelantunnya, semakin aku menangis. Padahal, sejauh ini aku bahkan tak mengerti apa makna dari sya’ir tersebut. Tidak pula tahu siapa penyanyinya. Tapi yang jelas, sya’ir ini berjudul “Ilaika” karya Imam Syafi’I yang kuunduh beberapa bulan lalu.

Walaupun tercatat sebagai mahasiswa Sastra Arab di salah satu universitas Islam di Salatiga, aku belum juga memahami bahasa Arab secara utuh dan mendalam. Kupikir aku tersesat masuk ke jurusan ini. Namun di sisi lain, aku percaya bahwa tentu saja ada campur tangan Tuhan yang menginginkan suatu kebaikan untukku nantinya.
Namun demikian, siapa yang tidak mengenal Imam Syafi’i? Kurasa semua orang yang memeluk agama Islam bahkan mungkin yang tidak pun, mengenal beliau sebagai ulama madzhab terkemuka, khususnya di Indonesia. Samudera keilmuannya sangat luas, akhlaqnya luar biasa, namun rendah hati serta tawadhu’nya kepada Allah juga tak kalah mengagumkan. Adalah  "أِليك"salah satu sya’ir yang sekaligus menjadi wasiat terakhir beliau. Pada akhirnya, aku baru sadar bahwa sya’ir inilah yang membuat malamku basah karena air mata.

Siapa yang tidak menangis tersedu ketika membaca, apalagi meresapi secara mendalam makna sya’ir yang dituliskan oleh Imam Syafi’I tersebut? Bahkan, secara pribadi aku tidak kuat jika harus membacanya berkali-kali. Selain bait-baitnya sangat menampar, justru hal tersebut membuat air mata tak hentinya menetes, menangisi dosa-dosa yang selama ini dilakukan.
Berikut kutipan terjemahan sya’ir sekaligus wasiat terakhir Imam Syafi’I, yang penulis nukil dari berbagai sumber.



Diriwayatkan dari Imam al-Muzanniy (murid terdekat Imam asy-Syafi’i), dia bertutur: “Aku membesuk asy-Syafi’I ketika beliau ditimpa sakit yang mengantarkannya pada ajal. Aku pun berkata padanya: ‘Bagaimana keadaanmu wahai guru?’

Beliau menjawab: ‘Keadaanku layaknya seseorang yang akan pergi meninggalkan dunia, yang segera akan berpisah dengan saudara, yang sejenak lagi akan meneguk gelas kematian, yang akan bertemu dengan buruknya amalku, yang akan menghadap Allah. Aku tak tahu, apakah ruhku akan terbang melayang menuju surga, hingga aku pantas mengucapkan selamat padanya, ataukah akan terlempar ke neraka, hingga aku berbelasungkawa atasnya (dengan harapan akan ampunan-Nya)’. Kemudian beliau menengadahkan wajah ke langit, seraya bersenandung:
أِلَيْكَ
Kepada-Mu

أِليك أِله الخلق أرفع رغبتي
Kepada-Mu Tuhan sekalian makhluk, ku persembahkan rintihan harapanku
وأن كنتُ يا ذا المن والجودمجرما
Sekalipun aku seorang yang berdosa, wahai yang Maha pemberi dan Maha Pemurah
ولماقساقلبي وضاقت مذاهبي
Bilamana keras hatiku dan terasa sempit perjalananku
جعلت الرجامني لعفوك سلما
Kujadikan harapanku sebagai jalan untuk mengharapkan keampunan-Mu
فمازلتَ ذاعفوعن الذنب لم تزل
Engkau selalu member ampunan bagi dosaku yang tak henti-hentinya kulakukan
تجودوتعفومنة وتكرما
Kau berikan karunia-Mu dan ampunan-Mu sebagai anugerah dan kemuliaan
ألست الذي ربيتني وهديتني
Bukankah Engkau yang memelihara serta member petunjuk kepadaku
ولازلت مناناعليّ ومنعما
Dan selalu memberikan anugerah dan nikmat kepadaku
عسى علام الأِحسان يغفرزلتي
Semoga Dzat yang menguasai kebaikan mengampunkan kesalahanku
ويسترأوزاري وماقدتقدما
Dan menutup dosa-dosaku serta setiap perkara yang telah lalu
فأِن تعف عني تعف عن متمرد
Sekiranya Engkau ampunkan aku, Engkau ampunkan orang yang durhaka
ظلوم غشوم لايزايل مأتما
Kezaliman, penganiayaan yang tak akan terhapus di hari berhimpun kesedihan
وأِن تنتقم مني فلست بايس
Namun jika Engkau membalas siksa terhadapku, aku tidak akan berputus asa
ولوأدخلوانفسي بجرم جهنما
Sekalipun dosa-dosaku itu akan memasukkan diriku ke dalam neraka
فصيحاأِذاماكان في ذكرربه
Dia adalah seorang yang fasih ketika menyebut dan mengingati Rabbnya
وفيماسواه في الورى كان أعجما
Dan bilamana dia bersama selain Tuhannya di dunia ini dia membisu
يقول: حببي أنت سؤلي و بغيتي
Dia (Rasulullah SAW) berkata: Kekasihku, Engkaulah tempatku meminta dan berharap
كفى بك للراجين سؤلاومغنما
Cukuplah Engkau bagi yang berharap sebagai tempat bergantung dan memohon
أصون ودادي أن يدنسه الهوى
Kupelihara kasihku yang dicemari nafsu
وأحفظ عهدالحب أن يتثلما
Dan kujaga kasih yang telah tercalar (rusak)
ففي يقظتي شوقاوفي غفوتي منى
Di saat ku terjaga, aku rindu dan di saat ku terlelap, aku berharap
تلاحق خطوي نشوة وترنما
Mengiringi langkahku dengan penuh semangat dan berulang-ulang
فجرمي عظيم من قديم وحادت
Sesungguhnya dosaku adalah besar sejak dulu dan kini
وعفوك يأتى العبدأعلى وأجسما
Namun (kutahu) keampunanm-Mu yang mendatangi hamba adalah lebih besar (agung) dan lebih mulia”

Melalui sya’ir ini, semoga kita semua bisa memetik pelajaran, bahwa hidup ini hanya semantara. Adalah bodoh jika kita mengisinya dengan berbuat maksiat dan dosa, tanpa diiringi dengan pertaubatan, sekalipun mengakui kebenaran itu pahit.

Akhir kata, terima kasih Ya Allah, telah membuatku menangis malam ini. Semoga kelimpahan dan berkah selalu atas Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman kelak.


Oleh : Risma Ariesta

Thursday, 4 April 2019

Membangkitkan Geliat Sastra Arab dengan Diskusi Karya

Dunia sastra ialah suatu tempat dimana semua bahasa dan ungkapan seolah memiliki kemerdekaannya sendiri untuk disampaikan. Ragam istilah yang terkadang menimbulkan dwi makna membuat samudera kesusasteraan tak akan ada habisnya jika diselami. Pasalnya, kesusasteraan ini merasuk pada budaya dalam suatu kumpulan atau masyarakat tertentu yang sudah mendarah daging, bahkan tidak diketahui kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana asal mulanya.

Sastra menjadi kajian yang sangat seksi dan eksklusif untuk dibahas. Bahasanya yang luas, mendayu-dayu, sarkas, bahkan tak jarang kontroversial, membuat siapa saja bergairah untuk tenggelam dalam alurnya. Sebagaimana Sastra Arab yang notabene berpusat di Negara Timur Tengah, yang juga dikenal dengan religiusitas pada mayoritas masyarakatnya.

Entah kapan tepatnya Sastra Arab sendiri masuk ke Indonesia. Karena menurut sejarah, ketika negara-negara asing masuk ke Indonesia dimulai sejak zaman penjajahan dulu, bersama itu pula bahasa, budaya, agama, dan hal-hal yang dibawa mereka turut masuk juga ke Indonesia. Itu artinya, tak hanya Sastra Arab saja yang tumbuh subur dan mewarnai Nusantara ini dengan bahasa-bahasanya yang indah. Adapun kajian sastra dari negara-negara lain semisal Inggris, Perancis, Belanda, Jepang, dan lain sebagainya juga dikaji dalam banyak kumpulan bahkan menjadi salah satu program studi di universitas-universitas ternama.

Geliat Sastra Arab di Lingkungan IAIN Salatiga
Membangun Karakter Bangsa Berbasis Sastra merupakan judul yang diangkat dalam Diskusi Sastra perdana yang digagas oleh Divisi Kemahasiswaan HMPS Bahasa dan Sastra Arab IAIN Salatiga. Dalam kegiatan tersebut, turut mengundang pula Angga Mustaka Jaya Putra, S.Hum sebagai pemateri. Selain itu, beliau termasuk menjadi salah satu lulusan pertama dari 8 lulusan lain di jurusan Bahasa dan Sastra Arab di IAIN Salatiga. Karena itu pulalah, kegiatan Diskusi Sastra perdana ini menjadi sangat eksklusif dan akan diagendakan menjadi kegiatan rutin HMPS BSA dalam satu bulan sekali.
Dok. Pribadi

Kegiatan diskusi ini berlangsung pada Kamis, 28 Maret 2019 dari pukul 14.00 –WIB sampai selesai. Sedangkan ruangan tempat pelaksanaannya ialah di Sekretariat HMPS. Adapun untuk pesertanya sendiri tidak terbatas pada mahasiswa BSA saja, melainkan terbuka untuk umum dan tentu saja gratis.

Maksud dan tujuan diadakannya kegiatan Diskusi Sastra ini ialah untuk menghidupkan minat mahasiswa BSA pada khususnya untuk lebih mendalami serta mengkaji jurusannya sendiri. Selain itu, juga untuk meningkatkan geliat sastra yang mulai menapaki langkah demi langkah kebangkitannya di kampus IAIN Salatiga itu sendiri.

Dok. Pribadi
Dalam diskusi tersebut, pokok bahasan yang diangkat ialah tentang sebuah novel terjemahan bahasa Arab yang berjudul “عذراء جكرتي” atau dalam versi bahasa Indonesia diartikan dengan “Gadis Jakarta”. Novel tersebut merupakan buah karya Najib Al-Kailani (1931-1995), seorang sastrawan Timur Tengah yang terkemuka oleh tulisan-tulisannya yang tersebar dalam berbagai genre. Selain novel, Najib Al-Kailani juga menulis beberapa antologi puisi, cerpen, bahkan karya-karya ilmiah dalam bidang kedokteran, keagamaan dan politik.
google.com
Novel ini menceritakan tentang kondisi pergolakan politik Indonesia tahun 1965. Tokoh utama dalam novel ini ialah seorang gadis bernama Fatimah, selaku putri ketua Masyumi. Cerita yang dipaparkan penulis ialah tentang perjuangan Fatimah dalam membebaskan ayah dan kekasihnya yang ditahan oleh PKI, karena menentang haluan ideologi partai tersebut. PKI (Partai Komunis Indonesia) demikian menguasai percaturan politik Indonesia ketika itu, mereka menggunakan berbagai cara untuk mencapai cita-cita. Namun kegigihan Az-Zaim (ketua partai) kandas oleh kegigihan seorang gadis muda. Karena cintanya ditolak, Az-Zaim nekat menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan Fatimah, termasuk menculik dan memenjarakan sang ayah serta kekasih Fatimah.

Gadis Jakarta juga disebut novel sejarah, karena menceritakan babak demi babak pergolakan politik, yang menurut setting cerita ini adalah pemberontakan PKI. Penulis menggunakan berbagai simbol untuk memperkuat ide cerita, namun kesan romantis dari sebuah novel tersebut tetap terjaga dengan baik. Novel ini disusun dengan bahasa yang ciamik dan dikemas dengan kondisi Indonesia yang sedemikian rupa pada saat itu.
google.com
Kedekatan ideologis antara Indonesia dan Mesir telah mengilhami penulis, layaknya kedekatan ideologi Masyumi dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir.
Pada akhir dari diskusi tersebut, sastra menjadi sangat penting digunakan untuk menyampaikan pesan dengan bahasa yang lebih indah daripada bahasa biasa. Lebih dari itu, penekanan juga disampaikan oleh pemateri kepada seluruh peserta, khususnya mahasiswa BSA untuk memperbanyak wawasan serta kosa kata baru melalui kegiatan literasi, serta diskusi seperti ini.

Oleh : Risma Ariesta
Penulis merupakan mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab Semester 2 IAIN Salatiga. Salah satu santri Ma’had Al-Jami’ah Putri IAIN Salatiga yang menyukai menulis sejak SMP, kemudian meyakini passion atau panggilan hidupnya ada pada segala sesuatu yang berkaitan dengan kepenulisan.
Daftar Pustaka :

Kegiatan Rutin Khotmil Qur'an Di Lingkungan Kampus 2 UIN Salatiga

Salatiga- Selasa pagi, tanggal 25 Febuari 2025, Masjid At-Thoyyar yang terletak di kampus 2 UIN Salatiga ramai dengan antusias mahasiswa un...