Filosofi Zaid dan `Amr dalam Ilmu Nahwu
Menurut Fauziah, ilmu nahwu didefinisikan sebagai “ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip untuk mengenali kalimat-kalimat bahasa Arab dari sisi i’rab dan bina’-nya”(Jami’udDurus, Syaikh Musthafa). Namun sederhananya adalah dengan ilmu nahwu, kita bisa mengetahuibagaimana membunyikan bagian akhir dari suatu kata dalam struktur kalimat.
Bagi teman-teman yang pernah mempelajari ilmu nahwu terutama di pondok
pesantren, tentu sudah tidak asing dengan nama روٌمْ عٌَيدْزَ) Zaid dan `Amr). Dalam kitab
nahwu seperti al-Jurumiyah, Imrithi, dan Alfiyah ibnu Malik, lafaz “Zaid dan Amr” sering
kali disebutkan untuk menjadi contoh dalam kitab-kitab nahwu tersebut seperti دٌيْزَ بَ رَ ضَ
راًمْ عَ) Zaid memukul `Amr) dan مٌ ِائَق ٌيدْزَ) Zaid berdiri). Teman-teman mungkin bertanya-
tanya, kenapa harus Zaid dan `Amr? Apakah tidak ada contoh lain? Kenapa Zaid
memukul `Amr?
Dilansir dari Nahwu.top, alasan penggunaan lafaz Zaid dalam ilmu nahwu, karena
para ulama nahwu memakai lafaz Zaidun untuk mendapatkan berkah. Nama Zaidun
adalah musytaq (turunan kata) dari akar kata د ،ي ،ز) za’, ya’, dal) yang memiliki arti
bertambah. Dengan nama tersebut, diharapkan para pencari ilmu dapat bertambah ilmu
dan keberkahannya.
Alasan lainnya menurut Nahwu.top yaitu, Zaid adalah nama sahabat Rasul yang
disebut secara langsung di dalam Al-Qur’an sebagai orang yang mendapat anugerah,
tepatnya di dalam surat al-Ahzab ayat 37:
لَمَّا قَضٰى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرً
[... falamma qadha "zaid" minha wathara…]
…"Maka ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya)"…
"Zaid" yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah "Zaid bin Haritsah", salah satu sahabat
Rasul. Dalam kisahnya, Zaid adalah orang yang menceraikan istrinya yang bernama
Zainab binti Jahsy, untuk kemudian dinikahi oleh Rasul atas perintah Allah. Zaid sangat
mencintai Rasul, sehingga ia disebut dengan “al-hubb” (cinta). Lafaz "Zaid" yang sering
dijadikan contoh dalam kitab-kitab nahwu itu terinspirasi dari sosok Zaid yang
diceritakan dalam Al-Qur’an tersebut. Ber-tabarruk (mencari berkah) dengan Al-Qur’an.
'Amr sering dijadikan sebagai objek pukulan dalam ilmu nahwu, seperti روُمْ عَ بَ رِضُ
('Amr dipukul). Salah satu alasannya yaitu karena `Amr mencuri huruf "waw". Lafaz
"`Amr", dalam bahasa Arab harus ditulis dengan empat huruf yaitu و ر م ع. Huruf "waw"
pada lafaz عمرو hanyalah sebagai huruf tambahan yang tidak memiliki fungsi penting
selain untuk pembeda antara kata "`Amr dan Umar", agar rangkaian huruf-huruf tersebut
dibaca "amr" oleh pembaca, bukan "umar". Sebab, lafaz "عمر "telah menjadi "hak paten"
bagi nama sahabat Rasul, Umar bin Khattab.
Dalam kitab "An-Nadharat", Syaikh Musthafa Al-Manfalti mengisahkan salah satu
wazir dalam pemerintahan Daulah Utsmaniyah bernama Daud Basya [tulisan arabnya=
asalnya = دوود, salah satu wawu dibuang untuk diringankan] yang ingin belajar bahasa
Arab. la mendatangkan salah seorang ulama untuk mengajarinya. Setiap kali gurunya
menjelaskan i'rab rafa' dan nashab atau fa'il dan maf"ul, ia selalu membuatkan contoh
َع ْمًرا" lafaz dengan
ُيدْزَ بَ رَ ضَ " yang artinya, Zaid memukul 'Amr. Karena rasa
penasarannya, sang wazir pun bertanya:
"Apa kesalahan 'Amr sehingga Zaid memukulnya setiap hari? Apakah Amr punya
kedudukan yang lebih rendah dari Zaid sehingga Zaid bisa sesuka hati memukulnya, lalu
'Amr tidak bisa membela dirinya?".
Gurunya menjawab: "Tidak ada yang memukul dan tidak ada yang dipukul. Ini hanyalah
contoh yang dibuat oleh ulama nahwu untuk memudahkan para pelajar dalam memahami
kaidah-kaidah nahwu". Karena tidak puas dengan jawabannya, sang wazir pun
memenjarakan gurunya.
Kemudian dia mendatangkan seluruh guru nahwu seantero negeri untuk ditanya
dengan pertanyaan yang sama. Semua menjawab sama persis dengan jawaban guru
pertama, sehingga semua guru dipenjara. Sehingga penjara penuh dan seluruh madrasah
mulai mengalami krisis guru nahwu. Akhirnya Daud Basya menyuruh utusan untuk
membawa para ahli nahwu dari kota Baghdad. Ia pun menanyakan kembali pertanyaan
yang sama kepada mereka. Pimpinan mereka yang bijaksana menemukan jawaban
cerdas:
"Kesalahan terbesar `Amr adalah karena ia telah mencuri huruf "waw" yang harusnya itu
milik anda, wahai yang mulia!" Ia mengisyaratkan adanya huruf wawu di lafaz `Amr
setelah huruf "ra’", dan huruf "waw" yang saharusnya ada dua di dalam lafaz Daud
sekarang hanya tersisa satu karena dicuri oleh `Amr. Sang wazir kagum dengan
jawabannya dan bersedia memberikan hadiah apa saja yang diinginkan ulama tadi.
Namun beliau hanya ingin para ulama yang sedang dipenjara dibebaskan.
Daftar Pustaka
Fauziah, I. (2020, Januari 2). Antara Bahasa Arab, Nahwu, dan Sharaf. FTIK UIN
Malang.
Furqoni, A. T. (2020, Oktober 29). Kisah Dibalik Contoh Zaid dan Amr dalam Kitab
Nahwu. pesantren.id.
Inilah Alasan Kenapa Zaid dan Amr Sering Disebut dalam Kitab Nahwu. (2017,
Desember 15). Nahwu.top.
No comments:
Post a Comment