Saturday, 20 July 2024

Buket Bunga Wisuda, sebagai Simbol Ucapan “Selamat Wisuda!”

Buket Bunga Wisuda, sebagai Simbol Ucapan                    “Selamat Wisuda!”
oleh Zagita Aisha Asmarany 


     Wisuda, sebuah peristiwa bersejarah yang ditandai dengan penuh kebanggaan dan haru. Momentum ini tidak hanya mencerminkan prestasi akademis, tetapi juga simbol keberhasilan, ketekunan, dan dedikasi yang telah dicapai selama bertahun-tahun. Bagi para lulusan, wisuda adalah awal dari babak baru dalam kehidupan mereka, di mana mereka siap melangkah ke dunia nyata untuk mengejar impian dan mewujudkan potensi maksimal mereka. Dengan serangkaian prosesi yang khidmat dan simbolis, wisuda mengundang semangat persaudaraan, rasa syukur, dan optimisme, mengingatkan setiap individu akan perjalanan mereka melewati tantangan dan rintangan dengan penuh keberanian dan keteguhan hati. 

     Di tengah kebahagiaan dan kebanggaan, sebuah simbol khas yang tak terpisahkan dari momen tersebut adalah buket bunga. Dikutip dari laman Wikipedia, buket bunga adalah kumpulan bunga dalam rangkaian kreatif. Memilih buket bunga sebagai hadiah wisuda adalah pilihan yang sangat cocok untuk mengapresiasi dan mengenang perjalanan akademis para lulusan.
     
     Sejalan dengan hal di atas, dilansir dari Athaya dalam artikelnya tentang sejarah buket bunga, telah ditemukan buku tertua tentang seni rangkaian bunga di Jepang pada tahun 1445. Seni ini disebut dengan ikebana. Namun, seni merangkai bunga ini sendiri berasal dari Cina yang dikenalkan oleh para biksu dan biksuni. Dahulu kala, merangkai bunga merupakan seni yang sakral dan eksklusif. Keindahan dan kesederhanaan seni merangkai bunga akhirnya menarik perhatian banyak orang. Hal ini juga terlihat pada rangkaian bunga Eropa abad ke-19 yang mirip dengan ikebana. Di Eropa, merangkai bunga sudah menjadi seni formal, bahkan memiliki sekolah sendiri dan merupakan satu pekerjaan profesional. 

     Buket bunga bukan hanya sekedar himpunan bunga-bunga yang indah, tetapi juga merupakan simbol keindahan, kasih sayang, dan penghargaan. Lebih jauh, Mahareta Iqbal dalam artikelnya mengatakan bahwa hingga saat ini buket bunga masih menjadi pilihan banyak orang sebagai bentuk ungkapan rasa kepada orang terkasih. Serta sebagai simbol ucapan selamat atas suatu pencapaian yang telah berhasil diraih.

     Buket bunga wisuda, dengan keindahan dan kemegahannya, menghadirkan perasaan bahagia dan haru atas pencapaian akademis tersebut. Hal ini diberikan atas kerja keras, ketekunan, dan komitmen yang telah ditanamkan dalam diri para lulusan. Lebih dari sekedar sekelompok bunga yang indah, buket tersebut adalah lambang dari prestasi yang menginspirasi dan memberi semangat kepada orang lain untuk mengejar impian mereka dengan tekad yang sama. 

Referensi: 

Iqbal, M. (2023, 06 Juni). Mengenal Asal-Usul Seni Merangkai Bunga. Diakses pada 10 Juni 2024, dari https://validnews.id/kultura/mengenal-asal-usul-seni-merangkai-bunga. 

Athaya, (2022). Apa itu Buket Bunga? Sejarahnya dari Masa ke Masa. Diakses pada 20 Mei 2024, dari https://athaya.co.id/apa-itu-buket-bunga-sejarahnya-dari-masa-ke-masa. 

Tuesday, 9 July 2024

REVIEW MATERI TENTANG RELASI MAKNA ILMU SEMANTIK

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
     Dalam kajian linguistik, relasi makna merupakan aspek penting dalam memahami bagaimana kata-kata dan konsep-konsep berhubungan satu sama lain dalam suatu bahasa. Relasi ini mencakup berbagai bentuk hubungan antar kata, termasuk di antaranya            hiponim dan hipernim, serta konsep medan makna. Hiponim dan hipernim adalah dua konsep yang sering digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkis (tingakatan) antar kata. Hiponim adalah kata yang maknanya spesifik dan merupakan bagian dari makna kata yang lebih umum, yaitu hipernim. Sebagai contoh, dalam relasi antara "buah" (hipernim) dan "apel" (hiponim), "buah" adalah kategori umum yang mencakup berbagai jenis buah, termasuk "apel".
     Di sisi lain, medan makna (semantic field) merujuk pada kelompok kata yang berhubungan secara konseptual dan mencakup satu area makna tertentu. Kata-kata dalam medan makna ini berbagi tema atau domain yang sama dan seringkali saling melengkapi untuk memberikan makna yang lebih lengkap. Contohnya, medan makna untuk "transportasi" dapat mencakup kata-kata seperti "mobil," "kereta," "pesawat," dan "sepeda."
     Kesalahpahaman mengenai perbedaan hiponim, hipernim, dan medan makna sering kali terjadi. Walau sekilas terlihat sama, tetapi hakikatnya ketiganya mempunyai perbedaan yang signifikan. Pemahaman yang mendalam mengenai hiponim, hipernim, dan medan makna memberikan wawasan penting dalam analisis bahasa dan penggunaannya. Dalam review ini, kita akan mengeksplorasi perbedaan antara hiponim dan hipernim, serta mendalami konsep medan makna, untuk memahami bagaimana relasi makna ini berkontribusi pada struktur dan penggunaan bahasa dalam komunikasi seharihari.


B. Rumusan Masalah
1. Apa itu relasi makna dan jenis-jenisnya?
2. Apa itu medan makna?
3. Apa perbedaan antara hiponim dan hipernim dengan medan makna dalam konteks semantik?


C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian relasi makna dan jenis-jenisnya.
2. Untuk mengetahui pengertian medan makna.
3. Untuk mengetahui perbedaan antara hiponim dan hipernim dengan medan makna dalam konteks semantik.

PEMBAHASAN
Relasi Makna dan Jenisnya
Relasi makna merupakan hubungan antara bentuk makna dan bahasa yang sudah
disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Jenis 
relasi makna ada bermacam-macam, diantaranya:
1. Homonim, yaitu kata yang sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda makna.
Contoh kata “bulan” yang dapat bermakna satuan waktu dalam kalender dan juga 
bermakna satelit alami bumi.
2. Homofon, yaitu kata yang sama lafalnya dengan kata lain, tetapi berbeda ejaan 
dan maknanya. Contoh kalimat “Bang Riski bekerja sebagai seorang customer 
service di Bank BRI” , terdapat kata bang dan bank yang mempunyai pelafalan 
yang sama tetapi berbeda ejaan dan maknanya.
3. Homograf, yaitu kata yang sama ejaannya dengan kata lain, namun berbeda lafal 
dan maknanya. Contoh kata “memerah” yang dapat bermakna berubah warna dan 
juga kegiatan memeras susu sapi.
4. Polisemi, yaitu kata yang bermakna lebih dari satu, tetapi makna-makna tersebut 
saling berdekatan. Contoh :
Kata berat dalam kalimat berikut:
Berat badanku sekarang lebih dari 50 kg. (berat bermakna kuantitas)
Berat hati yang terasa sangat berat. (berat bermakna kesedihan)
5. Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma
yang berarti ‘nana’, dan syn yang berarti ‘nama lain untuk benda atau hal yang 
sama’. Secara samantik, Verhaar (1978) mendefinisikan sinonimi sebagai 
ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih 
sama dengan makna ungkapan lain.1 Contoh kata “angkuh” yang bermakna mirip 
dengan kata “sombong”
6. Antonim, yaitu kata yang kebalikan makna dengan kata lain. Contoh kata 
“berhasil” berkebalikan makna dengan kata “gagal”.
7. Hiponim dan Hipernim, yaitu relasi makna yang bersifat hierarki, seperti "A 
merupakan bagian dari B". Contoh:
Hiponim: Samsung, Nokia, Realme, Pocco, Vivo (khusus)
Hipernim: Handphone (umum)
8. Redundansi, yaitu pengulangan informasi atau elemen yang serupa dan seringkali 
tidak diperlukan karena tidak menambah informasi yang ada. Contoh kata “ATM 
Mesin” karena singkatan ATM saja adalah automatic teller machine sudah 
mengandung arti mesin di dalamnya.
9. Ambiguitas, yaitu kegandaan makna dalam frase atau kalimat. Contoh:
a) Ambiguitas Fonetik
"Rudi datang ke rumah Andi memberi tahu."
Dalam kalimat tersebut terjadi keambiguan pada frasa "memberi tahu". 
Dalam hal ini "memberi tahu" dapat bermakna memberikan makanan 
berupa tahu, tetapi juga bisa bermakna memberikan informasi.
b) Ambiguitas Gramatikal
"Kedua orang tua Rudi bekerja di pasar setiap hari."
Dalam kalimat tersebut terjadi keambiguan pada kata "orang tua". Dalam 
hal ini "orang tua" dapat memiliki makna ganda, yaitu (1) orang yang 
sudah tua, dan (2) ibu dan bapak.
c) Ambiguitas Leksikal
"Tanah haram adalah semulia-mulia tempat di bumi."
Dalam kalimat tersebut terjadi keambiguan pada kata "haram". Dalam hal 
ini "haram" dapat diartikan sebagai sesuatu yang tidak halal, tetapi juga 
dapat merujuk pada Mekkah


Medan Makna
Medan makna, atau semantic field dalam bahasa Inggris, adalah konsep dalam 
linguistik yang merujuk pada kelompok kata yang berhubungan secara konseptual dan 
mencakup satu area makna tertentu. Kata-kata dalam medan makna berbagi tema atau 
domain yang sama dan saling terkait dalam penggunaannya.
Contohnya, medan makna untuk "peralatan dapur" mencakup kata-kata seperti 
"pisau," "garpu," "sendok," "panci," dan "wajan." Semua kata ini berkaitan dengan 
aktivitas di dapur dan penggunaannya untuk memasak atau makan.
Medan makna membantu kita memahami bagaimana kata-kata dikelompokkan 
berdasarkan makna dan hubungan antar kata dalam suatu bahasa. Ini juga memudahkan 
dalam pembelajaran kosakata, pemahaman teks, dan analisis linguistik karena 
menunjukkan bagaimana konsep-konsep tertentu saling berhubungan dan 
membentuk jaringan makna.


Perbedaan Antara Hiponim dan Hipernim dengan Medan Makna dalam Konteks 
Ilmu Semantik
Hipernim
Hipernim adalah kata atau konsep yang lebih umum atau abstrak, yang mencakup 
atau dapat digunakan untuk merujuk pada kata-kata atau konsep-konsep yang lebih 
spesifik atau khusus. Hipernim berfungsi sebagai kategori atau wadah untuk kata-kata 
lain yang termasuk di dalamnya. Contoh dari hipernim seperti:
a) Skincare: Hipernim untuk "moisturizer", "sunscreen", "toner", "facial wash", dan 
sebagainya. Jadi kata skincare ini mewadahi atau sebagai kategori untuk 
moisturizer, sunscreen, toner, dan lainnya.
b) Sabun: Hipernim untuk "shinzui", "lifebuoy", "giv", "nuvo", dan lain-lain. Jadi 
kata sabun ini mewadahi atau sebagai kategori untuk shinzui, lifebuoy, giv, nuvo, 
dan lainnya.
c) Kendaraan: Hipernim untuk "mobil", "motor", "pesawat", "kapal", dan 
sejenisnya.
Dalam struktur hierarki semantik, hipernim berada di level yang lebih tinggi dan 
lebih umum. Hal ini memungkinkan kita untuk mengorganisasi dan mengklasifikasikan 
kata-kata atau konsep-konsep yang lebih spesifik ke dalam kategori-kategori yang lebih 
luas.


Hiponim
Hiponim adalah kata atau konsep yang lebih spesifik atau khusus, yang 
merupakan bagian dari atau termasuk dalam kategori atau konsep yang lebih umum 
(hipernim). Hiponim adalah jenis-jenis atau contoh-contoh yang lebih spesifik dari suatu 
kategori. Beberapa contoh dari hiponim adalah:
- Moisturizer, sunscreen, toner: Hiponim dari hipernim "skincare".
- Shinzui, lifebuoy, giv, nuvo: Hiponim dari hipernim "sabun".
- Mobil, motor, pesawat: Hiponim dari hipernim "kendaraan".
 Setiap hiponim merujuk pada subkategori atau kasus khusus dari hipernimnya 
yang lebih umum. Penggunaan hiponim membantu untuk merinci atau menunjukkan 
variasi atau jenis yang lebih spesifik dari suatu kategori.


Medan Makna
Medan makna adalah bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan 
bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu yang 
direalisasikan oleh kata-kata berhubungan maknanya. Medan makna dapat digolongkan 
menjadi kolokasi dan set, dimana kolokasi menunjuk hubungan sintagmatik linear antar 
kata, sedangkan set menunjuk pada hubungan paradigmatik antar kata.

Contoh medan makna dari kata "Kampus"

Pengertian Kampus
     Kampus adalah suatu wilayah yang dijadikan sebagai tempat pendidikan, 
penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Kampus biasanya terdiri dari berbagai 
bangunan, seperti gedung perkuliahan, laboratorium, perpustakaan, dan lain-lain.
Medan Makna Kampus:
a. Nama Tempat Pendidikan:
Contoh: "Universitas", "Institut", "Sekolah Tinggi", "Akademi" - Semua kata ini 
berada dalam medan makna "kampus".
b. Nama Bangunan:
Contoh: "gedung perkuliahan", "gedung laboratorium", "gedung perpustakaan", 
"gedung olahraga" - Semua kata ini berada dalam medan makna "kampus".
c. Nama Organisasi:
Contoh: "dosen", "mahasiswa", "staf", "karyawan" - Semua kata ini berada dalam 
medan makna "kampus".
d. Nama Acara:
Contoh: "serah terima jabatan", "pembukaan semester", "pembukaan tahun 
akademik", "pembukaan konferensi" - Semua kata ini berada dalam medan 
makna "kampus".
e. Nama Fungsi:
Contoh: "kuliah", "penelitian", "pengembangan", "pembelajaran" - Semua kata 
ini berada dalam medan makna "kampus".
Jadi kata-kata tersebut, seperti gedung perkuliahan, mahasiswa, dosen, 
pembukaan tahun akademik semuanya masuk ke medan makna “kampus” karena 
mempunyai hubungan konseptual.

Perbedaan Utama
1. Struktur dan Hierarki
 - Hiponim dan hipernim menggambarkan hubungan hierarkis atau tingkatan di mana 
hiponim adalah bagian dari hipernim. Hiponim lebih spesifik, sedangkan hipernim lebih 
umum.
 - Medan makna tidak selalu hierarkis. Ini lebih tentang pengelompokan kata-kata yang 
berbagi hubungan makna dalam satu domain atau tema tertentu tanpa memandang 
hierarki.
2. Contoh Relasi
 - Hiponim dan hipernim: "Apel" adalah hiponim dari "buah" (hipernim).
 - Medan makna: Kata-kata seperti "apel," "pisang," "jeruk," dan "mangga" semuanya 
termasuk dalam medan makna "buah-buahan."
3. Tujuan dan Penggunaan
 - Hiponim dan hipernim sering digunakan untuk menunjukkan spesifisitas
(kekhususan) dan generalisasi (keumuman) dalam makna kata.
 - Medan makna digunakan untuk memahami bagaimana kata-kata dalam suatu bahasa 
saling berhubungan secara konseptual dalam satu area atau tema tertentu.
Dengan memahami perbedaan ini, kita bisa lebih baik dalam menganalisis bagaimana 
kata-kata berinteraksi dan berhubungan dalam suatu bahasa, baik dari segi spesifisitas 
maupun dari segi konseptual.


Kesimpulan
 Studi tentang relasi makna dalam ilmu semantik mengungkapkan kompleksitas dan 
keberagaman cara di mana kata-kata saling terhubung dalam bahasa. Ada berbagai jenis 
relasi semantik yang memengaruhi cara kita memahami makna kata, seperti homonim, 
homofon, homograf, polisemi, sinonim, antonim, hiponim dan hipernim, redundansi, dan 
ambiguitas. Homonim merujuk pada kata yang sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda 
makna. Homofon merujuk pada kata yang sama lafalnya dengan kata lain, tetapi berbeda 
ejaan dan maknanya. Homograf merujuk pada kata yang sama ejaannya dengan kata lain, 
namun berbeda lafal dan maknanya. Polisemi merujuk pada kata yang bermakna lebih 
dari satu, tetapi makna-makna tersebut saling berdekatan. Sinonim merujuk pada kata 
yang bermakna mirip atau sama dengan kata lain. Antonim merujuk pada kata yang 
kebalikan makna dengan kata lain. Hiponim dan Hipernim merujuk pada relasi makna 
yang bersifat hierarki, seperti "A merupakan bagian dari B". Ambiguitas merujuk pada 
kegandaan makna dalam frase atau kalimat. Dalam mempelajari relasi makna muncul 
pertanyaan mengenai perbedaan medan makna dengan hiponim dan hipernim. Setelah 
dipelajari lebih lanjut penulis menemukan beberapa perbedaan mendasar yaitu, pada 
Struktur dan Hierarki, Contoh Relasi, dan pada Tujuan dan Penggunaan. Melalui adanya 
review ini, memahami relasi semantik membantu kita mengklasifikasikan kata-kata ke 
dalam kelompok-kelompok yang lebih besar dan memahami bagaimana makna sebuah 
kata dipengaruhi oleh konteks dan hubungannya dengan kata-kata lain dalam bahasa.


DAFTAR PUSTAKA

KHUSNUL, FATONAH. “Relasi Makna Dan Perubahan Makna,” no. Psd 211 (2019): 
0–20.

Nisa’, Khoirun. “Tuturan Ambiguitas Dalam Wacana Humor Waktu Indonesia 
Bercanda: Kajian Pragmasemantik.” Bapala 5, no. 1 (2018): 1–8. 
https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/bapala/article/view/26182.

Novita, Grasela, Muhammad Lahir, and Eti Ramaniyar. “Medan Makna Peralatan 
Rumah Tangga Tradisional Dalam Bahasa Dayak Belangin.” EduIndo: Jurnal 
Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia 1, no. 1 (2020): 17.

FILOSOFI ZAID DAN 'AMR DALAM ILMU NAHWU

Filosofi Zaid dan `Amr dalam Ilmu Nahwu


     Menurut Fauziah, ilmu nahwu didefinisikan sebagai “ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip untuk mengenali kalimat-kalimat bahasa Arab dari sisi i’rab dan bina’-nya”(Jami’udDurus, Syaikh Musthafa). Namun sederhananya adalah dengan ilmu nahwu, kita bisa mengetahuibagaimana membunyikan bagian akhir dari suatu kata dalam struktur kalimat.
     Bagi teman-teman yang pernah mempelajari ilmu nahwu terutama di pondok 
pesantren, tentu sudah tidak asing dengan nama روٌمْ عٌَيدْزَ) Zaid dan `Amr). Dalam kitab 
nahwu seperti al-Jurumiyah, Imrithi, dan Alfiyah ibnu Malik, lafaz “Zaid dan Amr” sering 
kali disebutkan untuk menjadi contoh dalam kitab-kitab nahwu tersebut seperti دٌيْزَ بَ رَ ضَ
راًمْ عَ) Zaid memukul `Amr) dan مٌ ِائَق ٌيدْزَ) Zaid berdiri). Teman-teman mungkin bertanya-
tanya, kenapa harus Zaid dan `Amr? Apakah tidak ada contoh lain? Kenapa Zaid 
memukul `Amr?
     Dilansir dari Nahwu.top, alasan penggunaan lafaz Zaid dalam ilmu nahwu, karena 
para ulama nahwu memakai lafaz Zaidun untuk mendapatkan berkah. Nama Zaidun 
adalah musytaq (turunan kata) dari akar kata د ،ي ،ز) za’, ya’, dal) yang memiliki arti 
bertambah. Dengan nama tersebut, diharapkan para pencari ilmu dapat bertambah ilmu 
dan keberkahannya.
   Alasan lainnya menurut Nahwu.top yaitu, Zaid adalah nama sahabat Rasul yang 
disebut secara langsung di dalam Al-Qur’an sebagai orang yang mendapat anugerah, 
tepatnya di dalam surat al-Ahzab ayat 37:
                                              لَمَّا قَضٰى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرً
[... falamma qadha "zaid" minha wathara…]
…"Maka ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya)"…
"Zaid" yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah "Zaid bin Haritsah", salah satu sahabat 
Rasul. Dalam kisahnya, Zaid adalah orang yang menceraikan istrinya yang bernama 
Zainab binti Jahsy, untuk kemudian dinikahi oleh Rasul atas perintah Allah. Zaid sangat 
mencintai Rasul, sehingga ia disebut dengan “al-hubb” (cinta). Lafaz "Zaid" yang sering 
dijadikan contoh dalam kitab-kitab nahwu itu terinspirasi dari sosok Zaid yang 
diceritakan dalam Al-Qur’an tersebut. Ber-tabarruk (mencari berkah) dengan Al-Qur’an.
     'Amr sering dijadikan sebagai objek pukulan dalam ilmu nahwu, seperti روُمْ عَ بَ رِضُ
('Amr dipukul). Salah satu alasannya yaitu karena `Amr mencuri huruf "waw". Lafaz
"`Amr", dalam bahasa Arab harus ditulis dengan empat huruf yaitu و ر م ع. Huruf "waw" 
pada lafaz عمرو hanyalah sebagai huruf tambahan yang tidak memiliki fungsi penting 
selain untuk pembeda antara kata "`Amr dan Umar", agar rangkaian huruf-huruf tersebut 
dibaca "amr" oleh pembaca, bukan "umar". Sebab, lafaz "عمر "telah menjadi "hak paten" 
bagi nama sahabat Rasul, Umar bin Khattab.
     Dalam kitab "An-Nadharat", Syaikh Musthafa Al-Manfalti mengisahkan salah satu 
wazir dalam pemerintahan Daulah Utsmaniyah bernama Daud Basya [tulisan arabnya=
 asalnya = دوود, salah satu wawu dibuang untuk diringankan] yang ingin belajar bahasa
Arab. la mendatangkan salah seorang ulama untuk mengajarinya. Setiap kali gurunya 
menjelaskan i'rab rafa' dan nashab atau fa'il dan maf"ul, ia selalu membuatkan contoh 
َع ْمًرا" lafaz dengan
ُيدْزَ بَ رَ ضَ " yang artinya, Zaid memukul 'Amr. Karena rasa 
penasarannya, sang wazir pun bertanya:
"Apa kesalahan 'Amr sehingga Zaid memukulnya setiap hari? Apakah Amr punya 
kedudukan yang lebih rendah dari Zaid sehingga Zaid bisa sesuka hati memukulnya, lalu 
'Amr tidak bisa membela dirinya?".
Gurunya menjawab: "Tidak ada yang memukul dan tidak ada yang dipukul. Ini hanyalah 
contoh yang dibuat oleh ulama nahwu untuk memudahkan para pelajar dalam memahami 
kaidah-kaidah nahwu". Karena tidak puas dengan jawabannya, sang wazir pun 
memenjarakan gurunya.
     Kemudian dia mendatangkan seluruh guru nahwu seantero negeri untuk ditanya 
dengan pertanyaan yang sama. Semua menjawab sama persis dengan jawaban guru 
pertama, sehingga semua guru dipenjara. Sehingga penjara penuh dan seluruh madrasah 
mulai mengalami krisis guru nahwu. Akhirnya Daud Basya menyuruh utusan untuk 
membawa para ahli nahwu dari kota Baghdad. Ia pun menanyakan kembali pertanyaan 
yang sama kepada mereka. Pimpinan mereka yang bijaksana menemukan jawaban 
cerdas:
     "Kesalahan terbesar `Amr adalah karena ia telah mencuri huruf "waw" yang harusnya itu 
milik anda, wahai yang mulia!" Ia mengisyaratkan adanya huruf wawu di lafaz `Amr 
setelah huruf "ra’", dan huruf "waw" yang saharusnya ada dua di dalam lafaz Daud 
sekarang hanya tersisa satu karena dicuri oleh `Amr. Sang wazir kagum dengan 
jawabannya dan bersedia memberikan hadiah apa saja yang diinginkan ulama tadi. 
Namun beliau hanya ingin para ulama yang sedang dipenjara dibebaskan.


Daftar Pustaka

Fauziah, I. (2020, Januari 2). Antara Bahasa Arab, Nahwu, dan Sharaf. FTIK UIN 
Malang.

Furqoni, A. T. (2020, Oktober 29). Kisah Dibalik Contoh Zaid dan Amr dalam Kitab 
Nahwu. pesantren.id.

Inilah Alasan Kenapa Zaid dan Amr Sering Disebut dalam Kitab Nahwu. (2017, 
Desember 15). Nahwu.top.

Monday, 8 July 2024

MENGUNGKAP KEINDAHAN DAN MAKNA DARI TARI SUFI

MENGUNGKAP KEINDAHAN DAN MAKNA DARI TARI SUFI
                     Oleh Almas Aulia



     Tari sufi, atau yang sering dikenal sebagai "Whirling Dervishes", adalah salah satu bentuk tarian spiritual yang berasal dari tradisi tasawuf dalam Islam. Dilansir dari Elvira dalam tulisannya, tari sufi diketahui sudah ada sejak abad ke-13. Tarian ini pertama kali dibawakan oleh seorang penyair Persia bernama Jalaluddin Rumi untuk mengungkapkan kesedihannya atas meninggalnya guru spiritualnya yaitu Syamsuddin Tabriz.
     Tari sufi menjadi sarana meditasi mencari Tuhan dan mewujudkan eksistensi manusia.Meditasi yang dilakukan melalui tari sufi erat kaitannya dengan tasawuf. Sebab, dalam tarian ini penari diharapkan mengalami ekstase dan menyatu dengan Tuhan. Tari ini tidak hanya memukau mata dengan gerakan putarannya yang indah, tetapi juga mengandung makna mendalam yang mencerminkan perjalanan spiritual menuju Tuhan.
     Secara visual, tari sufi memukau dengan gerakan anggun dan ritmis dari para dervish. Mereka mengenakan jubah panjang putih, yang melambangkan kain kafan, dan topi tinggi yang melambangkan nisan. Lebih jauh, Dina dalam tulisannya menyampaikan bahwa maknagerakan tari sufi adalah : menyilangkan tangan di depan dada (diri yang fana harus meninggalkan ego sebelum bersatu degan Allah), gerakan menundukkan kepala seperti ruku’ (saling menghormati sesama makhluk ciptaan Allah), gerakan tangan ke pusar dan membentuk hati (setiap langkah dalam hidup kita selalu dipenuhi dengan cinta dalam setiap langkah), gerakan tangan kanan ke atas dan tangan kiri kebawah (telapak tangan diatas sebagai tanda diterimanya rahmat untuk semua ciptaannya lalu disalurkan melalui tangan kiri), gerakan memutar dengan berlawanan arah jarum jam (perputaran megikuti rotasi bumi dan tawaf), gerakan menundukkan kepala setelah selesai melakukan tari sufi (proses tari sufi telah selesai dan juga memberikan penghormatan terakhir).
     Keindahan tarian ini terletak pada kesederhanaan dan keseragaman gerakannya. Setiap putaran membawa pesan simbolis tentang siklus kehidupan dan hubungan umat manusia dengan Penciptanya. Irama dan pengulangan tarian ini juga membantu penari dan penonton merasakan kedamaian dan harmoni yang mendalam. Dan inti dari tari sufi ini adalah zikir atau pengingatan kepada Allah.
     Di balik keindahan visualnya, Tari sufi mengandung makna spiritual yang mendalam. Tarian ini merupakan bentuk meditasi aktif yang membantu para dervish mencapai keadaan 
fana (fana fi Allah), yaitu hilangnya kesadaran diri dalam persatuan dengan Tuhan. Proses ini dianggap sebagai puncak dari perjalanan spiritual seorang sufi, di mana ego dan segala keterikatan duniawi dilepaskan untuk mencapai kebersatuan dengan Sang Pencipta.
     Melalui tari sufi, para dervish tidak hanya mengekspresikan cinta dan kerinduan mereka kepada Tuhan, tetapi juga mengalami transformasi batin. Mereka diajarkan untuk menemukan kedamaian dalam diri sendiri dan menyebarkan cinta serta kedamaian tersebut kepada orang lain. Ini mencerminkan prinsip-prinsip dasar sufisme yang menekankan cinta, kesederhanaan, dan penyerahan diri.
     Dengan demikian, tari sufi mengajarkan bahwa keindahan sejati terletak pada perjalanan spiritual dan penyerahan diri kepada Tuhan. Melalui gerakan berputar yang sederhana namun mendalam, tari sufi mengajak kita untuk merenungkan makna hidup dan menemukan hubungan yang lebih dalam dengan Sang Pencipta. Keindahan dan makna mendalam dari tari ini terus menginspirasi dan memberikan pencerahan bagi banyak orang di seluruh dunia.

Referensi :
Dina, L.S. 2023. Makna Tari Sufi dan          Pengaruhnya Terhadap Perilaku Penari Sufi di SanggarSeni dan Budaya Padma Buana Kabupaten Batang. Skripsi. UIN K.H Abdurrahaman Wahid. Pekalongan.

Elvira Anna. (2023, 28 Maret). Mengenal Tarian Sufi Asal Timur Tengah, Selalu Hadir di Bulan Ramadhan. Diakses pada 3 Juni 2024, dari
https://www.inews.id/lifestyle/seleb/mengenal-tarian-sufi-asal-timur-tengah-selaluhadir-di-bulan-ramadhan.

Rohmayanti. (2023, 10 Mei). Mengenal Tarian Sufi, Gerakan Spiritual Mencapai Kesatuan dengan Tuhan. Diakses pada 2 Juni 2024, dari https://www.pojoksatu.id/nasional/1081759201/mengenal-tarian-sufi-gerakanspiritual-mencapai-kesatuan-dengan-tuhan.


Rosyidah, R. (2020). Filosofi Cinta Maulana Jalaluddin Rumi (Studi terhadap Praktik Tarian Sufi). UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.


Kegiatan Rutin Khotmil Qur'an Di Lingkungan Kampus 2 UIN Salatiga

Salatiga- Selasa pagi, tanggal 25 Febuari 2025, Masjid At-Thoyyar yang terletak di kampus 2 UIN Salatiga ramai dengan antusias mahasiswa un...